IPK Indonesia tahun 2022 Terburuk Sepanjang Era Reformasi: Bagaimana Cara Kita Keluar dari Kungkungan Korupsi?

Ilustrasi
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Transparency International Indonesia (TII) mencatat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 berada di skor 34 atau turun empat poin dari tahun sebelumnya. Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara yang dilibatkan. Penurunan IPK Indonesia pada tahun ini dinilai sebagai yang terburuk sepanjang reformasi.

Skor IPK Indonesia di Tahun 2022 sejajar dengan negara-negara seperti Bosnia-Herzegovina, Gambia, Malawi, Nepal, dan Sierra Leone. Sementara dalam kawasan regional Asia Tenggara, skor IPK Indonesia tahun 2022 jauh tertinggal dengan negara seperti Malaysia dan Timor Leste hingga Vietnam. Kedua negara ASEAN itu masing-masing memperoleh skor IPK tahun 2022 di angka 47 dan 42. Dalam peringkat di kawasan Asean, Indonesia menempati peringkat ketujuh dari 11 negara terkait skor IPK. Singapura menempati peringkat pertama dengan skor 83.

Sementara secara keseluruhan, di tahun 2022 Denmark dan Finlandia menjadi negara dengan skor IPK tertinggi. Kedua negara itu memiliki skor di angka 90 dan 87.

Kita ketahui, tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara. Korupsi mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan pendapatan. Korupsi juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu negara.

Ada teori yang menyebut bahwa indeks persepsi korupsi yang rendah di suatu negara, maka, Indeks Pembangunan Manusia di negara tersebut juga rendah. Jadi, bagaimana cara kita keluar dari kungkungan korupsi? Apa pokok pangkal masalah yang jadi penyebabnya? Bagaimana jalan keluarnya? Adakah celah menuju ke perbaikan Undang-undang KPK?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan sejumlah narasumber, yakni: Dr Aan Eko Widiarto (Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang), Zaenur Rohman (Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta), dan Prof Hibnu Nugroho (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto/ Tergabung juga dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaMengenal Rumah Baca Ilalang Blitar bersama Mak Khom
Artikel selanjutnyaMAJT di Magelang Mengadopsi Kearifan Lokal