Menyoroti Fenomena Migrasi atau Titip Identitas Anak di Kartu Keluarga pada PPDB

PPDB
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – “Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan”. Demikian dikatakan Tan Malaka. Pada hakikatnya, pendidikan karakter diharapkan dapat membentuk manusia secara utuh atau holistik yang berkarakter selain untuk membentuk pembelajar sepanjang hayat, yang mampu mengembangkan semua potensi peserta didik secara seimbang (spiritual, emosional, intelektual, sosial, dan jasmani) dan juga secara optimal.

Hal ini menjawab pendapat yang selama ini mengemuka, bahwa pendidikan hanya memberi penekanan dan berorientasi pada “aspek akademik” saja dan tidak mengembangkan aspek sosial, emosi, kreativitas, dan bahkan motorik. Peserta didik hanya dipersiapkan untuk memperoleh nilai bagus tetapi mereka tidak dilatih untuk bisa hidup.

Untuk itu, kita cukup prihatin dengan fenomena di masyarakat dan dunia pendidikan jelang Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB. Meski sudah dilaksanakan sejak tahun 2017, PPDB dengan sistem zonasi masih saja menyisakan persoalan. Terkini, yang menjadi sorotan, muncul aksi migrasi atau titip identitas anak di Kartu Keluarga (KK) dan alamat—agar siswa bisa diterima di sekolah yang dikehendaki.

Lalu, melihat fenomena ini, kalau demi pendidikan (sekolah idaman), “tujuan menghalalkan segala cara’, maka bagaimana mungkin kita berharap bisa membangun karakter anak bangsa? Selain itu, migrasi domisili juga lebih menunjukkan ambisi dari para orangtua daripada si siswa atau paling tidak, gabungan dari keduanya; bukankah hal ini justru kian membuat anak-anak semakin tergantung pada keinginan orang tua? Maka bagaimana mestinya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Mohammad Abduhzen (Pengamat Pendidikan dari Universitas Paramadina Jakarta), Satriwan Salim (Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)), dan Dr Uswatun Hasanah (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: