Semarang, Idola 92.6 FM – Saat membuka Konvensi ke-29 dan Temu Tahunan ke-25 Forum Rektor Indonesia, Senin (15/01/2024), Presiden Joko Widodo kaget dengan rasio penduduk berpendidikan S2 dan S3 terhadap populasi produktif di Indonesia yang sangat rendah. Indonesia masih 0,45%, sedangkan Vietnam dan Malaysia di angka 2,43% dan negara maju sudah mencapai 9,8%.
Dilansir dari detik.com (15/01), di hadapan para rektor, Presiden Jokowi menyebut dirinya masih belum tahu akan mendapatkan anggaran dari mana, untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Meski demikian, ia berkomitmen akan mencarinya. Sebab, persentase Indonesia sudah terlalu jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga yang sudah 2,43%.
Selain tentang rendahnya rasio penduduk Indonesia yang berpendidikan S2 dan S3. Presiden Joko Widodo juga meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk memperbesar anggaran riset bagi perguruan tinggi. Langkah ini menurut Presiden akan mendukung penguatan peran perguruan tinggi di bidang riset dan pengembangan (R&D) Indonesia.
Ia menjelaskan, perguruan tinggi juga bertugas sebagai lembaga riset untuk pengembangan iptek dan berinovasi untuk memecahkan masalah bangsa Indonesia. Tugas ini didukung dengan dosen S1 hingga S3, tenaga peneliti, dan puluhan ribu mahasiswa di perguruan tinggi.
Lalu, apa yang mesti kita lakukan untuk mengejar rasio penduduk berpendidikan S2 dan S3? Bagaimana dengan tingginya biaya masuk ke Perguruan Tinggi, bukankah, pada akhirnya persoalan ini menghambat animo Masyarakat untuk melanjutkan studi?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Rektor Universitas Diponegoro Semarang, Prof Yos Johan Utama; Rektor Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof Ova Emilia; dan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof Mochamad Ashari.ย (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: