Dapatkah Pengembalian Uang Korupsi Menghapus Hukuman Pidana?

Uang Korupsi
ilustrasi/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Kasus korupsi proyek pembangunan menara BTS 4G dengan terdakwa korupsi Achsanul Qosasi memasuki babak baru. Jaksa penuntut umum menolak nota pembelaan yang sudah disampaikan oleh terdakwa korupsi Achsanul Qosasi bersama dengan tim penasihat hukumnya. Mantan anggota BPK itu disebut sudah mengakui menerima Rp40 miliar untuk pengondisian hasil audit BPK terhadap proyek pembangunan menara BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Namun, meski sudah mengakui dan mengembalikan uang tersebut, hukuman pidana tidak bisa dihapuskan begitu saja. Jaksa tetap meminta kepada majelis hakim agar Achsanul Qosasi dihukum pidana penjara 5 tahun.

Dilansir dari Kompas.Id, hal itu disampaikan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung yang dipimpin Bagus Kusuma Wardhana dalam agenda pembacaan replik (tanggapan atas nota pembelaan terdakwa) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (04/06/2024) kemarin.

Jaksa menilai, nota pembelaan yang sudah disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa tidak sejalan dengan pembelaan pribadi yang Achsanul sampaikan. Sebab, penasihat hukum memohon agar Achsanul dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari segala tuntutan dan hukuman pidana.

Lalu, dapatkah pengembalian uang korupsi menghapus pidana? Kalau pengembalian uang hasil korupsi dapat menghapus pidana, apakah tidak semakin mendorong “usaha coba-coba” untuk melakukan korupsi: toh kalau ketahuan, uangnya tinggal dikembalikan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Dosen & Ketua Pusat Studi Anti korupsi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana Prakasa,S.H, M.H. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: