Bagaimana Membenahi Komunikasi Politik Pemerintah agar Tak Terjadi Distorsi Informasi?

Semarang, Idola 92.6 FM – Komunikasi politik presiden Joko Widodo dan pemerintahan yang dipimpinnya menjadi hal penting dalam menjaga demokrasi. Sejumlah riak dalam praktik demokrasi bisa diatasi dengan komunikasi politik yang terkonsolidasi dan efektif. Masalah tersebut menjadi salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan antara Presiden dan sekitar 30 pengajar ilmu politik, pengamat, serta pemilik lembaga survey di Istana Negara beberapa waktu lalu.

Dalam forum itu mengemuka humas pemerintah di kementerian dan lembaga belum terkonsolidasi baik. Akibatnya, isu tak benar dan tak produktif terus bermunculan dan mendominasi ruang media social. Humas kementerian dan lembaga yang terkoordinasi baik dinilai tak hanya efektif melawan informasi tidak benar, tetapi juga dapat ikut menyebarkan makna keindonesiaan.

Beberapa kasus belakangan yang memicu kegaduhan itu antara lain, kontroversi gaji Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan KTP elektronik rusak yang tercecer di Bogor.

Lantas, bagaimana mestinya membenahi komunikasi politik pemerintah agar tak terjadi distorsi informasi di masyarakat sehingga tidak semakin menghabiskan energi bangsa dan menimbulkan kegaduhan? Apa sesungguhnya pokok persoalan dari masih buruknya komunikasi politik pemerintah?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Deddy Mulyana (Dosen FIKOM Universitas Padjadjaran Bandung/pengamat komunikasi) dan Teguh Yuwono (ahli Kebijakan Publik/pengamat politik dari Universitas Diponegoro Semarang). [Heri CS]

Berikut diskusinya: