Benarkah Kebebasan Berpendapat Semakin Berjarak Antara Kenyataan dan Undang-Undang?

Kebebasan Berpendapat Dibungkam

Semarang, Idola 92.6 FM – Kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat merupakan konsekuensi atas dipilihnya sistem demokrasi. Sesuai konstitusi, kebebasan bereskpresi dan mengeluarkan pendapat juga dijamin dan telah tertuang pada UUD 1945 pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Namun sayang, das sein-nya tak sejalan dengan das sollen-nya. Kenyataan sesungguhnya, tak seperti bunyi Undang-Undangnya. Karena faktanya, peretasan akun media sosial dan penangkapan sejumlah aktivis masih saja terjadi hingga hari ini.

Contohnya, pada pertengahan Agustus 2020, dunia maya ramai dengan kabar peretasan terhadap akun twitter milik Pandu Riono—juru wabah UI. Selama ini, Pandu rajin mengkritik pemerintah dalam penanganan Covid-19. Selang dua bulan kemudian, juga ramai pembicaraan tentang penangkapan sejumlah pemimpin Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) karena diduga melanggar Undang-Undang ITE, terkait protes terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.

Ditarik ke belakang, persisnya pada September 2019, sejumlah pegiat gerakan masyarakat sipil yang menyuarakan penolakan terhadap revisi UU KPK juga diretas akun whatsapp-nya.

Kebebasan Berpendapat Dibungkam

Daftarnya akan terlalu panjang jika semua dituliskan. Namun, paling tidak hal itu bisa menggambarkan betapa seringnya praktik yang bisa kita sebut pembukaman terhadap suara kritis. Kondisi maraknya pembungkaman dalam setahun terakhir ini menunjukkan adanya ancaman terhadap kebebasan berekspresi yang merupakan salah satu cita-cita reformasi dan amanat konstitusi.

Lantas, antara keharusan dan kenyataan, bagaimana posisi kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia? Karena sesuai keharusan Undang-Undang menjamin tapi berdasar kenyataan, banyak yang mengeluhkan. Maka, bagaimanakah kabar soal kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia? Benarkah, kebebasan berpendapat dan berekspresi semakin berjarak antara kenyataan dan Undang-Undang?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni Afif Abdul Qoyim (Juru Bicara Tim Advokasi untuk Demokrasi/ Direktur LBH Masyarakat; Abdul Manan (Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia); dan Charles Simabura (Peneliti Pada Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO)/ Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Andalas Padang). (andi odang/her)

Simak podcast diskusinya: