Semarang, Idola 92.6 FM – Usulan pemekaran wilayah terus saja dilayangkan ke Pemerintah Pusat. Tercatat, Kementerian Dalam Negeri telah menerima 341 usulan pembentukan daerah otonom baru atau pemekaran wilayah hingga April 2025. Usulan tersebut terdiri atas permintaan pembentukan provinsi, kabupaten, kota, hingga daerah istimewa dan daerah khusus baru.

Selain permintaan pemekaran wilayah, Kemendagri secara resmi juga telah menerima usulan pemekaran dalam bentuk daerah istimewa untuk enam wilayah yang tersebar di lima provinsi. Kelima provinsi tersebut masing-masing satu wilayah di Jawa Tengah, Jawa Barat, Riau, Sumatera Barat, dan Sulawesi Tenggara.

Selain usulan pemekaran dalam bentuk daerah istimewa, terdapat pula lima usulan dalam bentuk daerah otonomi khusus. Usulan tersebut masing-masing berasal Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara.

Kemudian, terdapat 42 usulan pemekaran provinsi, 252 usulan pemekaran kabupaten, dan 36 usulan kota madya. Sehingga, total berjumlah 341 usulan. Meski demikian, daftar usulan tersebut masih terganjal aturan moratorium pemekaran yang ditetapkan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah sejak tahun 2015 silam. Dan, hingga saat ini belum ada wacana dari Pemerintah untuk mencabut moratorium itu.

Lalu, menyoroti banyaknya usulan pemekaran daerah; apa sesungguhnya manfaat substansial pemekaran daerah bagi pelayanan dan kesejahteraan rakyat? Karena yang sudah pasti, pemekaran daerah akan berkonsekuensi pada penambahan pos jabatan dan meningkatnya anggaran? Maka pertanyaannya: Pemekaran Daerah sesungguhnya bagi Siapa? Atau siapa yang diuntungkan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Djohermansyah Djohan (Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)) dan Yuwanto PhD (Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro Semarang). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: