Semarang, Idola 92.6 FM – Polemik empat pulau yang secara historis milik Provinsi Daerah Istimewa Aceh, yakni Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Lipan yang dialihkan ke provinsi Sumatera Utara terus bergulir. Bukan berkesudahan, polemik ini khabarnya bahkan sudah sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto.

Kementerian Dalam Negeri yang seharusnya menjadi bagian penengah dalam polemik ini tak bisa meredam amarah Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf atau Mualem. Gubernur Aceh itu menolak keputusan Menteri Dalam Negeri RI Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025. Dalam keputusan itu, Kemendagri menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh itu masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, tak langsung mengalah meski rekam jejak sejarah empat pulau itu adalah milik Aceh. Menantu Presiden Joko Widodo ini mempertahankan keputusan Kemendagri yang mengalihkan empat pulau itu ke wilayah Sumatera Utara. Dia berdalih, pengalihan empat pulau adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan kewenangan dari provinsi, baik Aceh maupun Sumut.

Tak ingin polemik ini melebar, Presiden Prabowo Subianto turun tangan. Prabowo mengambil alih persoalan yang tak bisa ditangani oleh Kemendagri. Hal ini dikatakan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Prabowo secara tegas meminta agar polemik empat pulau tersebut bisa rampung dalam pekan depan.

Lalu, memahami polemik sengketa 4 pulau antara Aceh dan Sumut: Bagaimana mendudukkan persoalan ini secara proporsional dan legal? Lagi pula, dalam kerangka “Negara Kesatuan” bukan “Federal”, apa pentingnya berebut wilayah antar provinsi? Selain Presiden, bagaimana mestinya sikap mendagri?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Djohermansyah Djohan (Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)) dan Herman N Suparman  (Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: