Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah berencana memungut pajak dari pedagang di platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, dan sejenisnya. Pajak 0,5 persen dengan sasaran pelaku usaha yang memiliki omzet antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun. Kebijakan ini selain untuk menambah pendapatan negara juga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menyamakan perlakuan antara pedagang di marketplace dan non-marketplace.

Rencana ini menuai pro dan kontra. Bagi pelaku usaha e-commerce, pemajakan ini bakal menambah beban ekonomi yang mesti mereka tanggung. Di sisi lain, Pemerintah menjelaskan, pihaknya membantah akan menambah pajak baru pada mereka yang berdagang di marketplace. Kebijakan ini difungsikan guna mengatur pergeseran atau shifting. Artinya, bagi pemerintah, marketplace ditunjuk untuk memungut pajak penghasilan (PPh) 22 pedagang di e-commerce.

Sederhanya, pemerintah hendak mengubah mekanisme pembayaran PPh pedagang daring dari yang sebelumnya dilakukan secara mandiri menjadi otomatis oleh marketplace yang ditunjuk.

Nah, untuk menyoroti polemik rencana penerapan pajak bagi pedagang di marketplace, radio Idola Semarang membahasnya bersama ahli ekonomi dan ahli pajak. Kita akan cari tau, apa plus-minusnya penerapan pajak bagi pedagang di marketplace? Perlukah Pemerintah memungut pajak dari pedagang e-commerce demi terpenuhinya azas keadilan antara pedagang di marketplace dan konvensional?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumbet: Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda dan Deputi Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Ruben Hutabarat.ย (her/yes/dav)

Simak podcast diskusinya: