ilustrasi/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam beberapa waktu belakangan, publik dihebohkan dengan dugaan pengoplosan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Temuan itu dibongkar oleh Kementerian Pertanian. Akibat pengoplisan ini, ditaksir merugikan negara hingga 10 triliun dalam waktu lima tahun.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, Kementan bersama dengan Satgas Pangan Polri, Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) turun mengecek ke lapangan di tempat penyaluran beras SPHP. Hasilnya, dari total SPHP yang didapatkan di outlet sebanyak 20% dipajang dan 80% dioplos untuk dijual premium.

Amran menduga pengoplosan ini didukung oleh mafia beras. Selain itu, ada pihak yang tetap mendistribusikan SPHP di tengah musim panen raya. Padahal, bantuan SPHP resmi diberhentikan sementara sepanjang periode panen raya beberapa waktu lalu.

Amran menegaskan, penindakan terhadap produsen pengoplos beras harus dilakukan segera untuk mencegah anomali pada komoditas beras. Karenanya, Satgas Pangan mulai memanggil pemilik 212 merek beras medium-premium yang diduga dioplos.

Lalu, mengurai persoalan Kementerian Pertanian yang mengungkap dugaan pengoplosan beras program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) ke Premium; mengapa beras bisa dioplos? Di mana titik lemah yang membuat hal ini bsia terjadi? Lalu, bagaimana penanganannya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Darsono (Rektor Universitas Muria Kudus/Pengamat Pertanian UNS Solo) dan Tulus Abadi (Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI)).ย (her/yes/dav)

Simak podcast diskusinya: