Semarang Trending Topic: Branding Masih Menjadi Problem Kota Semarang

IdolaFM, Semarang – Membranding sebuah kota masih menjadi problem bagi Kota Semarang. Setiap pergantian pemimpin Semarang selalu mengubah brandingnya. Padahal branding sangat penting bagi keberlangsungan, kemajuan, dan kesejahteraan sebuah kota.

Demikian mengemuka dalam diskusi Semarang Trending Topic: Diskusi Membangun Jawa Tengah yang diselenggerakan Radio Idola 92.6 FM Semarang di Star Hotel Semarang, Rabu (27/1). Dalam acara bertema “Visi Semarang Baru” itu juga hadir beberapa narasumber: Prof Andreas Lako (ekonom dari Unika Soegijapranata), Nany Yuliastuti (sekretaris Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota Semarang), Jamila Kautsary (pengamat Tata Kota Unissula), dan Erry Akbar Panggabean (General Manager Terminal Petikemas Semarang/ TPKS). Sebagai moderator, Nadia Ardiwinata (penyiar Radio Idola 92.6 FM)

Menurut Prof Andreas Lako, selama ini Semarang selalu ganti branding ketika ganti wali kotanya. Ia mencontohkan, mulai dari Semarang Kota Atlas, Semarang Pesona Asia, hingga terakhir, Semarang Setara. “Strategi branding ini penting bagi sebuah kota, Pemprov Jateng saja kini juga sudah membranding dengan Jateng Gayeng,” kata Prof Lako.

Mengenai branding saat ini yakni Semarang Setara, menurut Prof Lako, perlu dikaji kembali. Sebab, makna di balik setara ini bias bisa berkonotasi negatif. “Kita mau setara apanya, ketidakjelasanya atau apa. Ini salah satu PR baru wali kota Semarang ke depan. Kuncinya, dengarkan aspirasi warga, identifikasi, anggarkan, dan eksekusi.”

Menurut Prof Lako, wali kota dalam membangun kota juga perlu mengoptimalkan potensi-potensi lain. Tidak hanya mengandalkan anggaran dari APBD seperti potensi sosial, ekonomi, lingkungan, dan lain sebagainya. “Kota milik bersama, sehingga kita bersama adalah mitra dan punya peran masing-masing. Ada pejabat, masyarakat, pengusaha, akademisi, budayawan, seniman, dan sebagainya. Semua bisa berkontribusi untuk kota ini,” ujar dia.

Sementara itu, pengamat Tata Kota Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Jamila Kautsary, menilai, perlu diketahui pemerintah Kota Semarang, saat ini setidaknya terdapat 60 titik kumuh yang menyebar diseluruh Kota Semarang. Setiap kecamatan terdapat antara 3 hingha 8 titik kumuh yang kondisinya sangat memprihatinkan dan perlu penanganan yang tepat agar nantinya bisa segera diatasi.

Menurut Jamila, pada tahun 2002 lalu titik kumuh berada di wilayah bagian utara Kota Semarang tetapi dari tahun ke tahun titik kumuh justru berada di wilayah pusat Kota Semarang. “Kami berharap dengan adanya pemimpin baru Kota Semarang ini segala persoalan seperti wilayah kumuh bisa segera diatasi,” ujarnya.

Jamila mengingatkan kepada pemimpin baru Kota Semarang, tidak perlu program yang muluk-muluk. Yang terpenting itu benar-benar dibutuhkan masyarakat dan mudah dilakukan. Menurutnya, jangan sampai terjadi kesenjangan yang lebar di antara masyarakat. “Jika Pak Handy tak hati-hati soal kesenjangan social dan ekonomi, ini bisa jadi bom waktu. Untuk itu sebagai wali kota Pak Handy punya power untuk mencegahnya dengan kebijakan-kebijakan yang ada.”

Senada dengan Jamila, General Manager Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS), Erry Akbar Panggabean untuk membangun kota Semarang ke depan tidak hanya diperlukan peran semua pihak namun juga komitmen. “Harus sama-sama bersinergi untuk mengoptimalkan Semarang sebagai pintu gerbang ekonomi Provinsi Jateng,” kata Erry.

Menurut Erry, TPKS siap berkomitmen membangun provinsi Jawa Tengah. Pelabuhan telah siap dengan berbagai infrastruktur. Pelabuhan Tanjung Emas Semarang kini telah memiliki 5 container crane. Sebagai bentuk komitmen, TPKS juga telah melakukan modernisasi sarana penunjang bongkar muat barang di pelabuhan. “Bahkan, kini pertumbuhan pelabuhan mencapai 6 persen.”

Ia menyebutkan, TPKS mulai menjajal alat baru bongkar muat peti kemas bernama automated rubber tyred gantry (ARTG). Alat yang berasal dari Finlandia ini, bahkan menjadi alat bongkar muat peti kemas modern pertama dunia yang baru ada di pelabuhan Indonesia. ARTG kini sudah mulai dipasang di sekitar 5,3 hektare di kawasan TPKS Tanjung Emas. Rencananya, penggunaan alat ini baru akan aktif pada Juni 2016 mendatang. “Dengan penggunaan alat ini, ditarget mampu menambah 30 persen daya kecepatan bongkar muat peti kemas dari alat biasanya” jelasnya.

Sementara, menurut Nany Yuliastuti (sekretaris Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota Semarang), Semarang saat ini sedang dalam proses menuju visi sustainability city. Beberapa aspek yang harus dipenuhi yakni keadilan, memperhatikan generasi mendatang, dan berwawasan lingkungan.

“Semarang itu unik. Memiliki banyak potensi dan sosok pemimpin menjadi kunci untuk arah pembangunannya.” (Heri/Astin)