Semarang, 92.6 FM-Dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, hanya Kabupaten Magelang dan Karanganyar yang temuan kasus politik uangnya paling rendah.
Kabupaten Magelang dianggap paling rendah temuan kasus politik uang, karena pengaruh tokoh agama yang kuat kepada masyarakat. Yakni, menyebut antara si pemberi dengan si penerima uang suap sama-sama masuk neraka. Sedangkan di Karanganyar, karena budaya malu yang cukup besar, sehingga baik pemberi atau penerima malu untuk melakukan politik uang.
Pengamat komunikasi politik FISIP Universitas Diponegoro Semarang M Yulianto mengatakan, fenomena politik uang di dalam setiap pelaksanaan pilkada sulit untuk dihindarkan. Sebab, praktik transaksional itu masih sangat kut di Jawa Tengah.
Dari hasil survei yang dilakukannya, 70 persen masyarakat Jawa Tengah menganggap wajar politik uang saat pilkada. Dinamika pilkada masih menempatkan uang sebagai segalanya.
Alasannya, jelas Yulianto, adalah pragmatis sekaligus pesimistis akan terjadi perubahan sekalipun pemimpinnya berganti. Namun, untuk dua wilayah di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang dan Karanganyar memang diakui kasus temuan politik uangnya sangat rendah dibanding lainnya.
“Kenapa potensi politik uang di Jateng besar, karena mentalitas pemilih dalam kondisi kemiskinan. Miskin mentalnya dan secara ekonomi juga. Kebiasaan pragmatis saat pilkades juga memengaruhi pola pikir tentang politik uang di pilkada,” kata Yulianto.
Yulianto menjelaskan, pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2017 kemarin di Jawa Tengah banyak ditemukan kasus politik uang. Namun, sampai saat ini tidak pernah ada penyelesaiannya. Padahal, jika politik uang dibiarkan saja tanpa penyelesaian justru akan memerburuk sistem demokrasi. (Bud)