Bagaimana Mengarusutamakan Budaya Riset dalam Menopang Kesuksesan Produksi Pertanian

Semarang, Idola 92.6 FM – Inovasi berbasis riset masih minim dilakukan terhadap berbagai komoditas unggulan, seperti lada, singkong, dan kopi. Akibatnya, produktivitas Indonesia kalah dibandingkan dengan negara lain. Minimnya riset menjadi salah satu faktor merosotnya sejumlah komoditas pertanian yang menjadi andalan perekonomian masyarakat. Butuh keterlibatan banyak pihak agar pertanian dan iklim budidaya bergairah lagi.

Merujuk pada harian Kompas (26/3), Indonesia pernah menguasai pasar ekspor lada dunia hingga sebelum 2013. Ironisnya, kini pasar lada dunia dikuasai Vietnam yang sebelum tahun 1980 belajar dari Indonesia. Terkait budaya riset, Indonesia patut berkaca pada negara tetangga Thailand yang sektor pertaniannya kini menyalip Indonesia. Raja Thailand Bhumibol Adulyadej yang beberapa tahun lalu mangkat, begitu dicintai oleh rakyatnya karena perhatian besarnya pada sektor pertanian.

Sebagai upaya untuk mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan, ia melakukan segala upaya untuk memajukan sektor pertanian. Salah satunya, dengan membentuk lembaga riset. Ia menyadari pentingnya lembaga riset sebagai fondasi utama dalam memajukan pertanian. Sang Raja mendukung penuh keberadaan lembaga riset. Untuk visi besarnya itu, ia mengalokasikan dana khusus untuk memperkuat lembaga riset, sehingga melahirkan banyak komoditas pertanian dan hortikultura unggul.

Dan bisa kita lihat, kerja riset yang dirintis sang Raja sejak berusia masih muda itu pun berhasil. Produk-produk varietas unggul pertanian asal Thailand pun memenuhi pasar buah Indonesia, seperti Durian Montong, Mentimun Bangkok, Pepaya Bangkok, Jambu bangkok, Duku Bangkok, Manggis Bangkok, dan Asam Bangkok. Semua yang serba super seolah dari Bangkok alias Thailand. Di bidang perunggasan, Ayam Bangkok pun begitu populer dan memiliki pasar tersendiri.

Dari gambaran ini, kita kemudian, bertanya-tanya, bagaimana dengan Indonesia, Sudahkah benar-benar memuliakan budaya riset? Jika belum, apa sesungguhnya persoalannya? Terobosan apa yang diperlukan untuk mengarus-utamakan budaya riset kita?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Muhammad Syukur (Guru Besar Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian IPB/Pakar Hortikultura) dan Nurliani Bermawi (Peneliti dan Pemulia Lada dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Kementerian Pertanian). [Heri CS]

Berikut diskusinya:

Artikel sebelumnyaWacana Menghidupkan GBHN, Seberapa Mendesak dan Relevankah?
Artikel selanjutnyaCukup Signifikankah Penurunan Tarif Tol Menjadi Daya Ungkit Perekonomian terkait Biaya Logistik?