Bagaimana Mestinya KPK Menyikapi Kasus Bank Century Pascaputusan Praperadilan PN Jakarta Pusat

Semarang, Idola 92.6 FM – Pascaputusan praperadilan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jakarta Selatan) Senin (9/4/2018) lalu, terkait tindak lanjut penanganan kasus Bank Century, sejumlah kasus lama dengan kerugian negara yang cukup besar dan lama di KPK justru menimbulkan pertanyaan. Sebab sebagian kasus ada tersangka meski masih menggantung.

Sejauh ini kasus-kasus itu di antaranya Bank Century dengan nilai kerugian Rp7,4 triliun dan sejumlah kasus seperti proyek Hambalang yang merugikan negara Rp464 miliar dan terakhir menyeret Choel Mallarangeng. Lalu, kasus pengadaan tiga Quay Container Crane di Pelindo II yang membuat RJ Lino jadi tersangka tiga tahun belakangan.

Bahkan, ada kasus keberatan wajib pajak dengan tersangka Hadi Poernomo yang tak lagi ditindaklanjuti setelah kasusnya gugur di praperadilan. Sebelumnya, hakim tunggal PN Jaksel Effendi Muhtar memerintahkan KPK melanjutkan proses hukum kasus Bank Century. Proses hukum itu semestinya dilakukan terhadap sejumlah nama dalam dakwaan, selain mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya.

Kasus-kasus itu perlu didalami agar bisa dituntaskan dan tak dibiarkan berlarut-larut karena berpotensi pada kepercayaan publik. Namun, penyelesaian kasus korupsi itu tak sederhana. Untuk itu, perlu skala prioritas penanganan dan pemetaan.

Lantas, bagaimana mestinya KPK menyikapi kasus Bank Century pascaputusan praperadilan PN Jakarta Selatan? Kenapa Kasus Century ini begitu menguras energi bidang hukum bangsa kita—mengingat ini seolah tak tuntas hingga berganti presiden? Babak baru kasus Bank Century ini juga menyiratkan masih mengendapnya sejumlah kasus lama dengan kerugian Negara yang cukup besar dan lama di KPK. Mulai dari Hambalang, hingga Kasus Pelindo 2. Bagaimana mestinya KPK? Perlukah misalnya KPK membuat skala prioritas penanganan? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Yenti Garnasih (Pakar Hukum Pidana Dari Universitas Trisaksi Jakarta). [Heri CS]

Berikut wawancaranya: