Dolar Tembus Rp 15 ribu, Apa Dampaknya bagi Dunia Perbankan dan Ekonomi Makro?

Semarang, Idola 92.6 FM – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin lemah. Rupiah masih terus terdepresiasi oleh dollar AS. Bahkan kemarin dolar AS kini sudah menembus level psikologis baru yaitu Rp 15.000.

Berdasarkan Reuters, Jumat (5/10/2018), 1 dollar AS sempat menyentuh pada Rp15.180. Kali terakhir rupiah mencapai kisaran Rp 15.000 per US$ adalah pada Juli 1998. Kala itu, Indonesia tengah didera krisis moneter (krismon). Artinya, posisi rupiah hari ini adalah yang terlemah sejak 9 Juli 1998.

Ke depan, risiko depresiasi masih melekat terhadap rupiah. Pasalnya, faktor eksternal dan domestik belum mendukung mata uang Tanah Air. Dari sisi eksternal, faktor utama risiko rupiah berasal dari kebijakan moneter AS. The Federal Reserve (The Fed) kemungkinan besar masih akan menaikkan suku bunga tahun ini, yang sepertinya akan dieksekusi pada Desember. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate pada rapat 19 Desember mencapai 78,5%. Bahkan ada kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga sampai 50 bps, meski sangat kecil yaitu 1%.

Saat ini, suku bunga acuan di AS ada di 2-2,25% atau median 2,125%. Pada akhir 2020, The Fed menargetkan suku bunga berada di median 3,4%. Oleh karena itu, kemungkinan akan ada tiga kali kenaikan lagi pada 2019 dan setidaknya sekali pada 2020. Artinya, arus modal akan terus tersedot ke AS. Sebab kenaikan suku bunga acuan akan ikut mengerek imbalan investasi di Negeri Paman Sam (utamanya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi).

Lantas, masihkah faktor eksternal menjadi pemicu fluktuasi nilai tukar rupiah? Jika terus seperti ini, apa dampaknya bagi dunia perbankan dan ekonomi makro? Bagaimana meredamnya? Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah saat ini? Ke depan, bagaimana memitigasi dampak buruknya—kebijakan komprehensif apa yang bisa dilakukan pemerintah dlm jangka pendek dan menengah? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Direktur Riset CORE dan Pakar Moneter dan Perbankan Piter Abdullah. [Heri CS]

Berikut wawancaranya: