Mencari Sosok Anggota DPR Pelawan Arus yang Idealis dan Inovatif, Benarkah Sesuatu yang Utopis?

Semarang, Idola 92.6 FM – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejatinya merupakan lembaga negara terhormat karena sebagai wadah yang mewakili aspirasi rakyat. Keberadaanya mengembang amanah untuk terdistribusikannya keadilan dan kemakmuran bagi seluruh lapisan masyarakat. Melalui fungsi pengawasan, penganggaran, dan legislasi, nasib ratusan juta rakyat Indonesia ada di pundak mereka.

Dalam kapasitas dan tanggung jawab besar itu, dewasa ini DPR membutuhkan sosok yang berani menyuarakan pandangan ideal dan inovatif. Sebab, kini, tak lagi zamannya anggota dewan yang hanya datang, duduk rapat, dan dapat duit. Di era Revolusi industri 4.0 dan hal ikhwal yang mengiringinya, kita membutuhkan sosok wakil rakyat yang visioner, progresif dan berintegritas.

Guna mewujudkan hal itu, di masa tahapan kampanye jelang Pemilu 2019 mendatang diperlukan kejelian pemilih dalam mencari dan memilih caleg dengan rekam jejak baik dan berintegritas. Dii tengah, berbagai tantangan baik domestik maupun global, DPR membutuhkan anggota yang berani melawan arus dominan sehingga bisa menampilkan kinerja yang lebih baik. Kinerja para calon anggota DPR petahanan yang kembali berkontestasi dalam dalam Pemilu 2019 umumnya masih jauh dari memuaskan.

Diketahui, dari sebanyak 7.968 calon anggota DPR yang berkontestasi dalam Pemilu 2019, berdasarkan data Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), ada 529 anggota DPR periode 2014-2019. Jumlah petahana itu mencapai 94 persen dari total 560 anggota DPR saat ini.

Menurut catatan Formappi, kinerja mereka relatif buruk. Hal ini terlihat dari rendahnya capaian kinerja di bidang legislasi ataupun pengawasan. Tingkat kehadiran dalam rapat paripurna yang rendah—umumnya di bawah 70 persen. Di samping itu, juga diperparah dengan sejumlah anggota DPR yang ditangkap KPK karena kasus korupsi.

Lantas, bagaimana mencari sosok anggota DPR pelawan arus yang berbeda dengan kebanyakan karena inovatif, serta berani menyuarakan pandangan ideal—yang tak disetir institusi partai? Apa sebenarnya faktor yang membuat anggota DPR seolah tersandera sehingga tak vokal bersuara? Hadirnya sosok anggota DPR idealis yang betul-betul mewakili rakyat bukan suara partai—benarkah itu merupakan sesuatu yang utopis (bersifat khayalan)?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Lucius Karus (Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)) dan pengamat politik UIN Jakarta Gun Gun Heryanto. [Heri CS]

Berikut diskusinya: