Jelang Pileg 2019, Mencari Ruang Untuk Memastikan Peningkatan Kualitas Anggota DPR

Semarang, Idola 92.6 FM – Harapan publik terhadap partai politik sejatinya sederhana. Pemilu bisa memberi dampak positif yang membuat kondisi negeri ini menjadi lebih baik sehingga pemilu tak sekadar ajang perebutan kekuasaan para elite partai. Publik pun berharap, Pemilu 2019 akan melahirkan wakil rakyat yang lebih baik.

Di pihak lain, terkait wakil rakyat, kita melihat selama ini kita seolah sulit berharap wakil rakyat membaik. Alih-alih, wakil rakyat justru senantiasa mempertontonkan kinerja buruknya. DPR lebih banyak menyuguhkan drama ketimbang hasil kerja nyata yang telah menjadi tugasnya.

Di lihat dari fungsi pengawasan (controlling) kita tak melihat fungsi itu berjalan sebagaimana mestinya. Adakah sikap dewan untuk mengontrol pemerintah pasca peristiwa kasus gizi buruk dan campak di Asmat Papua yang mengakibatkan puluhan korban jiwa? Dari sisi fungsi penganggaran (budgeting), adakah intervensi para dewan yang terhormat untuk memastikan anggaran APBN benar-benar tepat sasaran dan sesuai kebutuhan vital masyarakat? Dari fungsi legislasi pun kita melihat begitu jebloknya DPR. Bayangakan saja, dari 50 target RUU yang seharusnya disahkan menjadi UU, DPR hanya menyelesaikan sembilan UU saja hingga Oktober 2016 dan satu UU menjelang habis masa kerja di akhir tahun.

Terlepas dari itu semua, DPR justru nyaris menjadi institusi yang paling berkuasa di antara institusi lain. Hal itu diperkuat dengan adanya pasal penghinaan di revisi UU MD3. Mereka seolah hendak menjadi lembaga politik yang antikritik.

Lalu, melihat kondisi itu, adakah ruang yang dimiliki masyarakat untuk memastikan peningkatan kualitas bagi anggota DPR yang kian powerfull? Jika ada, bagaimana mekanismenya? Dapatkah kita memaksa mereka untuk berkomitmen memberikan kemakmuran dan keadilan sesuai harapan rakyat?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Hendri Satrio (pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina), dan Khairul Fahmi (dosen Hukum Tata Negara, Peneliti Pemilu Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang). [Heri CS]

Berikut Diskusinya: