Menangkal Isu SARA Dan Hoaks di Pilkada

Semarang, Idola 92.6 FM – Riuh rendah kontestasi Pilkada serentak 2018 yang di 171 daerah, mulai diwarnai berbagai propaganda politik. Terutama melalui arus media sosial, alat publikasi politik dukungan mulai tersebar di banyak lini. Tak terkecuali serangan citra terhadap lawan-lawan politik kubu berseberang melalui isu SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) maupun kabar bohong (hoaks). Berkaca pada Pilkada DKI Jakarta tahun lalu, isu SARA diperkirakan juga masih akan digunakan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk kepentingan politik praktis di Pilkada.

Pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menilai ada dua tantangan dalam pilkada tahun ini yakni isu politik uang dan isu SARA. Ray mengatakan, politik uang tidak lebih berbahaya daripada isu SARA dalam pemilu. Hal ini karena isu SARA memiliki efek jangka panjang yang menimbulkan perbedaan. Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya politik SARA yaitu adanya tindakan yang melegitimasi tindakan politik SARA. Hal lain adalah belum jelasnya definisi tindakan yang tidak diperbolehkan dalam isu SARA. Hingga rendahnya sanksi yang diberikan terhadap mereka yang melontarkan isu SARA.

Untuk itu, melihat bahayanya isu SARA, sejumlah kalangan meminta penyedia layanan media social seperti facebook, twitter, turut bertanggung jawab menyaring konten-konten bernuansa SARA, ujaran kebencian, hingga hoaks selama masa kampanye Pilkada.

Lalu, bagaimana menangkal isu SARA dan hoaks di pilkada 2018? Hal apa saja yang mesti diantisipasi penyelenggara pemilu agar pilkada berlangsung dengan benar-benar demokratis? Perlukah pula meminta penyedia layanan media social turut mengawal isu ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Anggota KPU RI Wahyu Setiawan dan Nukman Luthfie (Pengamat Media Sosial). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: