Menristek Dikti: Pemerintah Terus Revitalisasi Pendidikan Vokasi

Semarang, Idola 92.6 FM – Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) RI Prof Mohamad Nasir mengemukakan, pemerintah terus merevitalisasi pendidikan vokasi untuk menyiapkan generasi muda memiliki ketrampilan unggul. Ini sebagai salah satu upaya pemerintah untuk menyongsong puncak bonus demografi pada tahun 2020-2030.

“Progres untuk pendidikan vokasi ini sudah saya lakukan revitalisasi. Supaya nanti menyiapkan tenaga kerja yang baik, maka dalam pendidikan vokasi, dosen harus 50 persen dari akademis, dan 50 persen dari industri,” kata M Nasir saat diwawancara Radio Idola Semarang melalui sambungan telepon, Kamis (22/02/2018).

Menurut M Nasir, hal itu bertujuan agar mahasiswa dapat pelajaran dan praktik kerja seperti apa yang ada di industri. Ini merupakan terobosan yang dilakukan di era Presiden Joko Widodo dan sebelumnya belum pernah ada. “Memang saya lakukan ini, tujuannya untuk mempercepat lulusan pendidikan vokasi yang siap kerja. Bukan siap training lagi,” ujarnya.

Idealnya Satu Daerah Satu Politeknik

Salah satu tantangan Indonesia, sampai saat ini, sangat kekurangan pendidikan tinggi vokasi. Untuk itu, pihaknya juga mendorong daerah-daerah untuk bisa mendirikan kampus Politeknik. “Baik negeri maupun swasta kami dorong. Idealnya ke depan, tiap satu kabupaten ada satu politeknik atau SMK Kejuruan,” katanya.

Prof Mohamad Nasir, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) RI.

Mantan Rektor Undip ini menambahkan, seiring tuntunan zaman, kini pola pikir masyarakat juga mulai bergeser. Dari orientasi ke pendidikan tinggi di universitas kini ke politeknik. Karena pendidikan vokasi pun kini ada yang diploma 4 yang bisa menjadi sarjana terapan. Pada tahun ke-3 mahasiswa bisa mendapat sertifikat kompetensi dan dengan ijazah D3, kalau ingin lanjutkan pada D4 atau pendidikan yang setara S1 dia bisa dilanjutkan.

“Dan ini punya keunggulan-keunggulan. Praktiknya dia punya kemampuan. Kompetensinya punya keahlian. Maka ini yang akan dicari oleh industri,” jelasnya.

Hal itu, lanjut Prof M Nasir, sudah dikerjasamakan dengan seluruh instansi-instansi terkait. Misalnya, program Teknik Sipil bekerjasama dengan Kementerian PU, program industri dengan Kementerian Perindustrian. “Sehingga industri-industri bisa memanfaatkan untuk pendidikan ini supaya bisa berkolaborasi,” tuturnya.

Untuk mendukung itu semua, menurut M Nasir, pemerintah juga memberikan insentif khususnya kepada para dosen yang sebelumnya memiliki kompetensi di bidangnya. Baik di dalam negeri maupun luar negeri akan dibiayai Kemenristek dan Dikti. “Tujuannya adalah dia (dosen-red) harus punya kompetensi seperti apa yang ada di industri,” ujarnya.

Harus Ada Kebijakan Kuat Pemerintah

Sementara itu, Guru Besar ITB Prof Akhmaloka menilai, untuk mengembangkan pendidikan vokasi, harus ada kebijakan yang kuat dari pemerintah. Terkait ini, dahulu sekitar 5 tahun lalu, dengan spirit yang sama seperti pendidikan vokasi, sudah pernah digagas Akademi Komunitas. Akademi Komunitas itu merupakan SMK plus. Ada yang plus 1 dan plus 2.

Prof Akhmaloka, Guru Besar ITB.

“Kebetulan saya ikut saat bikin itu. Kami sempat pergi ke Amerika Serikat untuk lihat di sana seperti apa. Tapi, kemudian sekarang mundur lagi,” kata rektor Universitas Pertamina ini.

Menurut Prof Akhmaloka, pendidikan vokasi menjadi kunci untuk meningkatkan skills generasi muda/ namun hingga kini belum ditangani secara serius. Tapi, sayangnya, memang pendidikan vokasi belum ditangani serius oleh pemerintah. “Sekarang, penginnya D4, sarjana, yang harusnya mungkin ketrampilan di D3. Itu justru lebih difokuskan pemerintah,” ujarnya.

Puncak bonus demografi tahun 2020 menjadi tantangan besar bangsa ini untuk menyiapkan tenaga terampil dan produktif sejak saat ini. Tanpa itu, maka dikhawatirkan, bonus itu justru menjadi petaka bukan menjadi anugerah bagi bangsa.

Untuk itu, harus ada policy yang kuat dari pemerintah untuk mengembangkan pendidikan vokasi. Negara harus hadir dengan upaya serius agar di setiap kabupaten, minimal ada satu politeknik atau SMK kejuruan yang menawarkan keahlian yang relevan bagi kebutuhan. Tanpa itu, maka ke depan, kita akan selalu terlambat dalam menyiapkan generasi muda yang tangguh dan unggul dalam menyongsong perubahan zaman yang begitu cepat.

Dan, yang tak kalah penting bagaimana mengubah pola pikir masyarakat untuk tidak hanya berorientasi pada universitas karena ada pilihan lain untuk pendidikan anak-anaknya yakni, pendidikan vokasi melalui politeknik. (her)