Merefleksi 90 Tahun Sumpah Pemuda: Bagaimana Menginternalisasikan Nilai-nilai Sumpah Pemuda pada Generasi Milenial?

Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Pada 28 Oktober 2018, bangsa kita memperingati Hari Sumpah Pemuda. Tahun ini, genap 90 tahun usia momentum bersejarah yang mampu menyatukan segenap elemen dari berbagai lintas daerah. Pada 9 dekade silam para pemuda mengucap ikrar: Kami putra dan putri Indonesia,mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Ikrar dan kata-kata para pemuda kala itu serupa mantra dan doa. Kata-mantra mewujud realita. Ia mampu menjadi spirit dan energi besar yang mampu mendorong segenap lapisan bangsa untuk bergerak, bersatu padu mewujudkan cita-cita, Indonesia merdeka. Dan terbukti, 17 tahun kemudian tepatnya 17 Agustus 1945, kita merdeka.

Hari sumpah pemuda ke 90 tahun ini mengambil tema “Bangun Pemuda, Satukan Indonesia”. Dalam konteks ini, pemuda begitu penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemuda menjadi tumpuan bangsa—yang melanjutkan estafet pembangunan generasi tua. Para pemuda diharapkan mampu menjawab tantangan zaman.

Teks Sumpah Pemuda.

Spirit yang bisa kita dapatkan dalam Sumpah Pemuda ini adalah jiwa muda yang serba ingin maju, berjiwa penemu, dan selalu ingin mencoba hal baru. Diperlukan penguatan kualitas pemuda ke depan agar berdaya saing–memiliki talenta, sikap profesional, serta berintegritas. Apalagi kini, pemuda dihadapkan pada berbagai tantangan di era revolusi industry 4.0 dan era dimana perkembangan teknologi yang begitu cepat berubah mendisrupsi kemapanan-kemapanan warisan lama.

Lantas, merefleksi 90 tahun Sumpah Pemuda, bagaimana menginternalisasikan nilai-nilai sumpah pemuda pada generasi milenial? Apa sesungguhnya relevansi pengejawantahan nilai-nilai Sumpah Pemuda dalam konteks tantangan masa kini dan berbagai ancaman terkait intoleransi? Bagaimana pula menyiapkan kaum muda sehingga mampu diandalkan dalam menyongsong era revolusi industry 4.0?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Dr Muhammad Faisal (Direktur Eksekutif Youth Laboratory Indonesia), Dr Arie Sudjito (Ketua Departemen Sosiologi FISIPOL UGM Yogyakarta), dan Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri (Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD)). [Heri CS]

Berikut diskusinya: