Manajemen SDM Menjadi Kunci Menjalankan Industri Kreatif

Idola Business Gathering Edisi September 2019
Idola Business Gathering Edisi September 2019.

Semarang, Idola 92.6 FM – Manajemen sumber daya manusia menjadi kunci penting menjalankan industri kreatif di era digital. Sebab, ketika pengembangan SDM dipersiapkan dan dikelola dengan baik untuk menjalankan Industri kreatif ini maka akan berkembang dan berkelanjutan.

Demikian mengemuka dalam Idola Business Gathering dengan tema “Mendorong Industri Kreatif yang Sukses dan Berkelanjutan di Era Digital”, Rabu (18/09/2019) pagi di Hotel Grasia Semarang. Dalam acara yang diselenggarakan KADIN Semarang bekerjasama dengan Radio Idola Semarang, ICSB Semarang, dan WPC Semarang, hadir beberapa narasumber, yakni: Lenawati Pudjoastuti (Owner Bumi Kayom & Langit Senja Salatiga), Esti Widsyandari (Direktur Utama PT. Delta Sukses Makmur, Outsourcing & Training), Syanaz Nadya W Putri (Owner Roro Kenes), dan Bambang Suronggono (Kepala Dinas Koperasi & UMKM Semarang). Sebagai keynote speaker Krisseptiana Hendrar Prihadi (istri Wali Kota Semarang). Acara dipandu penyiar Radio Idola Semarang, Nadia Ardiwinata.

Membangun Bisnis Butuh Keberanian

Dalam kesempatan itu, perempuan pengusaha Lenawati Pudjoastuti menyampaikan sejarah singkat, dinamikanya merintis serta membangun kecap bersama suaminya. Dari awal mula produksi kecap industri rumahan hingga kemudian mendirikan pabrik berskala besar.

Lena, panggilan akrab Lenawati Pudjoastuti, dikenal sebagai seorang pengusaha kecap. Sukasari adalah merek kecap bikinannya. Usaha ini berawal dari industri rumahan yang dirintis oleh ayah mertuanya Hoo Hian Loang dengan memproduksi kecap manis di rumahnya di Semarang, Jawa Tengah pada 1930. Bersama suaminya, Hadisiswanto, ia meneruskan dan mengembangkan usaha keluarga tersebut, dari yang awalnya industri rumahan hingga kemudian menjadi industri pabrikan.

Semula kecap yang diproduksi menggunakan merek Piring Lombok. Merek ini menguasai pasar Semarang. Bahkan Piring Lombok disebut sebagai salah satu merek lokal yang mampu bersaing dengan merek nasional di pasar setempat. Pada tahun 1990, Lena dan keluarga bekerja sama dengan Salim Group, perusahaan milik Liem Sioe Liong dengan niatan untuk ekspansi usaha.

Namun ternyata dalam perjalanannya langkah kerjasama dengan konglomerat tersebut tidaklah mudah. Hingga singkat cerita, pihaknya memutuskan “bercerai” dengan Salim Group pada 1991. Kecap Piring Lombok menjadi milik Indofood. Lena dan keluarga tetap melanjutkan usaha, dengan bendera PT Sukasari Mitra Mandiri memproduksi kecap dengan merek Sukasari. Dengan merek baru ini, perusahaan Lena tidak hanya memproduksi kecap saja, namun juga sirup, saos dan cuka.

“Tantangan terberat menjadi berbisnis dari dulu hingga saat ini adalah tak punya uang. Makanya, pemerintah harus memfasilitasi UMKM yang mau berkembang dengan modal. Kalau perlu tanpa bunga,” ujar Lena

Orang berbisnis kerapkali gagal di tahun pertama. Menurut Lena, orang belajar bisnis perlu jatuh. Habis jatuh harus bangun. “Udah jangan dipikir-pikir jatuhnya,” ujar ibu dari 6 anak ini.

Agar sukses dan bisa berkelanjutan, Lena berbagi tips rahasinya, yakni banyak berdoa dan berbuat baik minimal sehari 100 kali. “Apa aja yang baik-baik dilakukan. Nanti rezeki akan datang dengan sendirinya. Pemikiran kita bisa smart, ndak tahu dari mana,” ujarnya.

Bagi pegiat UKM menurut Lena, peningkatan kapasitas sumber daya manusia harus dibarengi dengan keberanian. Mengelola sumber daya manusia tak ada yang berat kalau kita mau melakukan pendekatan yang baik atau nylondohi.

Pertahankan 3 K Dalam Berbisnis

Sementara itu, Bambang Suronggono, menyatakan, menjadi pelaku usaha yang mampu bertahan di era digital perlu 2 hal. Pertama, jika Anda gagal jangan anggap kegagalan suatu penderitaan. Tapi jadikan itu cambuk awal untuk terus belajar. “Gagal. Belajar lagi. Bangkit. Kawan-kawan di binaan kami sudah membuktikan,” ujarnya.

Kedua, lanjut Bambang, ciptakan konsep produk yang sederhana. Make it simple. Sebab, kalau terobsesi yang rumit, niscaya itu akan menjadi kendala. “Misalnya es teh. Di setiap warung selalu ada es teh. Tapi bisa tidak kita menciptakan es teh naik kelas? Harga es teh bisa naik berkali-kali lipat meski bahannya sama? Itu tantangan bisnisman,” tuturnya.

Bambang menambahkan, ada 3 kunci dalam sukses berbisnis di era digital yang dirumuskan dalam 3 K. Yakni, pertahankan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. “Pertahankan 3 K dengan baik, maka, bisnis kita akan terus berjalan. Dan, jangan lupa, karena saat ini adalah eranya kolaborasi, maka jangan sungkan dan membatasi diri untuk berkolaborasi dengan mitra. Itu akan saling menguntungkan,”imbuhnya.

Syanaz Nadya W Putri, ada 3 kunci dalam berbisnis di era digital yakni tekun, teteg, dan tekan. Tekun, artinya harus terus rajin dan tekun belajar berbisnis tiada henti. “Jangan pernah takut keluar zona nyaman. Karena zona nyaman itu membelenggu,” ujarnya.

Kemudian, teteg, artinya walaupun berusaha gagal, kita bisa belajar dari kesalahan dan tak mudah menyerah. “Terakhir, tekan, artinya, jika capaianmu sudah berhasil dicapai, maka terus lemparkan mimpimu lebih jauh lagi, jangan pernah berhenti untuk menggapai cita-cita lebih tinggi,” tuturnya.

Sementara, menurut Esti Widsyandari, di Indonesia muncul sebuah paradoks, banyak pengusaha yang mengaku kesulitan memperoleh SDM. Tetapi di sisi lain, banyak sekali orang yang sulit memperoleh pekerjaan. “Paradoks ini sering kali kita dengar. Ada benarnya,” kata wakil ketua Bidang pemberdayaan Perempuan Kadin Semarang itu.

Meski demikian, lanjut Esti, hal itu saat ini mulai berkurang. Ada link and match antara dunia pendidikan dengan kebutuhan industri. “Karena sudah banyak sekali pembicaraan dan kerjasama antara dunia usaha dengan dunia pendidikan. Salah satunya melalui sistem pendidikan vokasi. Pengusaha bisa memanfaatkan sistem pemagangan,” ujarnya.

Bagi pegiat UKM, Esti mengingatkan, kalau kita usaha harus dipikiran terlebih dahulu. Kita akan cari uang atau membuat perubahan? Jika cari uang, maka kita memang akan dapat uang. Tapi itu belum tentu berkelanjutan. “Kalau kita mau buat perbedaan atau perubahan kita harus mau untuk bekerja dengan banyak orang, missal yang fresh graduate,” tuturnya.

Menurut Esti, merujuk pada pemikiran Robert T Kiyosaki, ada 3 kunci bisnis agar berkelanjutan. Yakni, tim, kepemimpinan dan misi. Misi berbisnis harus ditentukan, semata mencari uang atau bisnis yang bisa diwariskan? “Kalau mau bisnis yang bisa diwariskan, maka kita tak bisa kerja sendiri. Harus berkolaborasi. Ketika sudah dapat psaar, produk sudah dikenal, harus berani rekrut karyawan, dan tim untuk partner bisnisnya,” tandasnya. (Heri CS)