Memahami Defisit Neraca Berjalan, Apa Penyebab dan Bagaimana Jalan Keluarnya?

Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah siap melakukan berbagai terobosan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, termasuk memanfaatkan peluang dari perang dagang Amerika Serikat dan China. Salah satu yang dinilai menjadi persoalan mendesak adalah defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan.

Terkait upaya itu, pemerintah meminta masukan dari pengusaha sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan ekonomi. Presiden Joko Widodo kepada para pengusaha di Jakarta baru-baru ini meminta masukan yang lebih konkret dan nyata pada para pengusaha agar bisa segera dilaksanakan sehingga bisa memberikan efek ekonomi yang baik pada negara.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada Januari-April 2019 defisit sebesar 2,564 miliar dollar AS. Adapun data Bank Indonesia menunjukkan transaksi berjalan triwulan 1 tahun 2019 defisit mencapai 6,966 miliar dollar AS.

Menurut Presiden Jokowi diperlukan sinergi yang baik antara pemerintah dan dunia usaha untuk menghadapi tantangan ekonomi. Pemerintah bersedia mengevaluasi regulasi yang dianggap menghambat perkembangan dunia usaha. Presiden juga menegaskan siap mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang
(perppu) jika kondisi sudah dianggap mendesak.

Lantas, melihat defisit neraca perdagangan dan mendesaknya mengatasi problem ini, apa yang mesti dilakukan oleh pemerintah? Memahami defisit neraca berjalan, apa sesungguhnya penyebab dan bagaimana jalan keluar dari situasi ini? Lalu, apa pula sebenarnya tantangan terbesar kita mengatasinya mengingat saat ini perekonomian global juga dalam situasi ketidakpastian akibat perang dagang AS dan China?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Gunawan Tjokro (pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bidang Perbankan, Jasa Keuangan dan Pasar Modal); Wijayanto Samirin (Staf Khusus Wakil Presiden RI Bidang Ekonomi); dan Ahmad Heri Firdaus (Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). (Heri CS)

Berikut diskusinya:

Artikel sebelumnyaDinkes Jateng Masih Tunggu Hasil Laboratorium Terkait Keracunan Masal di Wonogiri
Artikel selanjutnyaPenanganan TB Tidak Hanya Tugas Tenaga Kesehatan Saja, Tapi Juga Butuh Peran Keluarga Penderita