Meningkatkan Budaya Sadar Bencana

Semarang, Idola 92.6 FM – Kerentanan bencana di Indonesia relatif tinggi. Tetapi hal itu tidak diimbangi dengan mitigasi bencana. Upaya pengurangan risiko bencana masih lemah. Akibatnya, korban terus berjatuhan ketika bencana alam melanda. Terkini, banjir bandang disertai longsor melanda sebagian wilayah Provinsi Sulawesi Selatan menelan puluhan korban jiwa dan ribuan warga mengungsi.

Tercatat, Indonesia menjadi negara dengan jumlah korban jiwa akibat bencana alam tertinggi sepanjang tahun 2018. Dari total 10.373 korban jiwa di seluruh dunia, sebanyak lebih dari 4.500 orang di antaranya berasal dari Indonesia. Data ini menunjukkan tingginya kerentanan bencana di Indonesia sekaligus masih lemahnya upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana.

Laporan tersebut dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNISDR) berdasarkan data dari Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), EM-DAT (International Disaster Database) di Genewa Swiss baru-baru ini.

Bencana Geologi yaitu gempa, tsunami, dan gunung meletus menjadi penyebab utama kematian secara global. Sebanyak 4.417 korban tewas akibat aktivitas geologi ini dari Indonesia, 425 jiwa dari Guatemala dan 145 jiwa dari Papua Nugini.

Di tengah posisi kerentanan bencana di Indonesia yang relatif tinggi—tentunya kita tak berharap setiap bencana yang terjadi selalu menimbulkan korban jiwa. Lantas, bagaimana mestinya upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana? Apa sesungguhnya faktor yang membuat budaya sadar bencana sebagian masyarakat kita masih rendah? Bagaimana memperbaiki situasi ini? Hal itu yang akan kita diskusikan pagi ini.

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Abdul Muhari (Praktisi Mitigasi Bencana) dan Adi Maulana (Ahli Geologi/ Kepala Puslitbang Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin Makassar). (Heri CS)

Berikut diskusinya: