Bagaimana Mengoptimalkan Perlindungan pada Tenaga Medis sebagai Pejuang di Garda Depan Melawan Pandemi Corona?

Tenaga Medis, Pejuang di Garda Depan Melawan Pandemi Corona
Tenaga Medis, Pejuang di Garda Depan Melawan Pandemi Corona. (ilustrasi: ISTIMEWA)

Semarang, Idola 92.6 FM – Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan, Pemerintah Negara Indonesia harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dengan begitu, Pemerintah diwajibkan untuk melindungi keselamatan, termasuk dalam masa pandemi sekarang ini, melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia.

Pada titik ini, pemerintah memerlukan bantuan tenaga dari para dokter, tim medis, dan perawat―yang akan berada di garda terdepan―dalam perang melawan virus yang mematikan. Maka bisa dikatakan, layaknya tentara yang “Maju Perang” untuk melindungi keamanan bangsa dari musuh yang akan menyerbu, para dokter dan jajaran petugas medis pun “Maju Perang” untuk melindungi kesehatan bangsa, dari serangan virus corona.

Kita ketahui, di tengah pandemi Covid-19, para tenaga kesehatan telah mempertaruhkan risiko yang sangat besar, yaitu kesehatan dan bahkan nyawanya sendiri. Karena pada saat menangani pasien, mereka rentan tertular Corona. Banyak tenaga kesehatan terinfeksi saat melayani pasien, sebagian di antaranya bahkan meninggal dunia.

Tercatat, hingga kini, setidaknya ada 30 dokter dan 14 perawat meninggal dunia akibat Covid-19. Selain karena kekurangan alat pelindung diri, keselamatan mereka juga terancam karena pasien yang tidak jujur dalam memberikan keterangan, seputar mobilitas dan riwayat kontaknya.

Itulah kenapa, perlindungan mutlak diperlukan bagi tenaga kesehatan di rumah sakit, klinik, dan puskesmas. Hal ini tidak hanya bertujuan menjamin keselamatan mereka tetapi juga keselamatan keluarga dan pasien. Di sisi lain, kita patut mengapresiasi inisiatif dan aksi solidaritas publik kepada tenaga medis. Namun di sisi lain, dengan berat hati–IDI juga menyampaikan—bahwa para dokter tidak bisa memanfaatkan APD hasil donasi public, karena tidak memenuhi standard WHO.

Lantas, menyoroti persoalan kekurangan APD bagi dokter dan tenaga medis—apa sesungguhnya pokok pangkal persoalannya—apakah karena sistem informasi yang kurang terkoordinasi? Atau, apakah keterbatasan anggaran, yang sepertinya agak kurang masuk akal? Kemudian, upaya lain apa lagi yang bisa dikeroyok bersama seluruh masyarakat, demi melindungi dan memberi rasa aman kepada para tenaga medis?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Dr. Muhammad Adib Khumaidi, SpOT dan Satgas covid 19-dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Doktor Hermawan Saputra. (Andi Odang/ Heri CS)

Berikut podcast diskusinya: