Kenapa Omnibus Law RUU Cipta Kerja Harus Buru-buru Disahkan di Tengah Pandemi? Apa Urgensinya?

Aksi Menolak Omnibus Law RUU Cilaka
(Photo: Detik)

Semarang, Idola 92.6 FM – Rapat Paripurna DPR RI hari Senin kemarin mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law Ciptaker) menjadi Undang-undang resmi.

Sebelumnya, Pemerintah bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memang telah menyepakati substansi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dalam Raker Panja, Sabtu (3/10/2020) di Jakarta.

Dalam rapat Paripurna DPR kemarin, sempat muncul perdebatan. Salah satunya dari pandangan Fraksi-fraksi. Benny K Harman, dari Fraksi Demokrat meminta agar para Fraksi menyampaikan pandangannya terlebih dahulu, agar masyarakat mengetahui kenapa Fraksi Demokrat menolak RUU ini menjadi UU, kata Benny.

Aksi Menolak Omnibus Law RUU Cilaka
(Photo: Detik)

Pimpinan DPR menyetujui usul tersebut dan meminta setiap Fraksi menyampaikan pandangannya. Dalam pandangannya, hampir semua fraksi setuju dan hanya 2 fraksi saja yang tidak menyetujui. Yaitu, Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS.

Partai Demokrat, misalnya, menolak RUU Cipta Kerja, karena:

  1. Pertama, RUU Cipta Kerja tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan di tengah pandemi Covid-19 ini. Prioritas utama negara seharusnya mesti diarahkan pada upaya penanganan pandemi. Khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran Covid-19, serta memulihkan ekonomi rakyat.
  2. Kedua, besarnya implikasi dari perubahan sejumlah undang-undang yang ada dalam omnibus law RUU Cipta Kerja, mestinya menuntut pembahasan yang lebih cermat, teliti, dan komprehensif. Sehingga akan sangat tidak bijak, kalau Pemerintah dan DPR memaksakan proses perumusan aturan perundang-undangan yang kompleks ini secara terburu-buru.
  3. Ketiga, hak dan kepentingan kaum pekerja tidak boleh diabaikan. Meskipun, tujuan utama RUU ini diklaim akan membuka keran investasi dan lapangan pekerjaan di Indonesia. Tetapi, RUU Cipta Kerja justru berpotensi meminggirkan hak dan kepentingan kelompok pekerja. Sejumlah pemangkasan aturan perizinan, penanaman modal, dan ketenagakerjaan, berpotensi menjadi hambatan bagi hadirnya pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan.
  4. Keempat, Partai Demokrat memandang RUU Cipta Kerja telah mencerminkan bergesernya semangat Pancasila. Utamanya sila keadilan sosial menuju ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan neo-liberalistik.

Sehingga kita perlu bertanya, apakah RUU Ciptaker ini masih mengandung prinsip-prinsip keadilan sosial atau social justice?

Terakhir, RUU Cipta Kerja dinilai cacat substansi dan prosedur. Sebab, pembahasan poin-poin krusial di dalamnya kurang transparan dan tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja, dan jaringan civil society―yang akan menjaga ekosistem ekonomi dan keseimbangan relasi tripartit.

Apa Itu Omnibus Law

Jadi, seberapa penting Omnibus Law RUU Cipta Kerja buru-buru disahkan? Apa Urgensinya sehingga terkesan lebih “high priority” ketimbang menuntaskan masalah pandemi?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Ledia Hanifa Amaliah (anggota Badan Legislatif DPR dari Fraksi PKS); Aviliani (pengamat ekonomi); dan Adhi S Lukman (pengusaha/ ketua umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI)). (andi odang/her)

Berikut podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaMengenal Bima Prasetya Adi, Pendiri Sekolah Bersama Yuk Bogor
Artikel selanjutnyaPemprov Sarankan Buruh Jateng Tidak Lakukan Mogok Kerja