Menakar Efektivitas PSBB Jilid II, Seberapa Mendesak Dilakukan?

PSBB

Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Joko Widodo menyatakan fokus pemerintah dalam menangani pandemi virus corona tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan masyarakat. Menurut Epidemiolog, jika pemerintah memang serius pada aspek kesehatan maka pemerintah mesti memastikan warga melakukan protokol kesehatan dan melakukan pembatasan pergerakan orang melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, kita memiliki pengalaman, pelaksanaan PSBB beberapa waktu lalu—di awal-awal kasus Covid-19 justru tidak berjalan efektif.

Di sisi lain, satu hal yang menjadi tanda tanya publik jika memang aspek kesehatan diutamakan, kenapa Pilkada tahun 2020 tetap dipaksakan terus digelar? Tidakkah ini berpotensi menjadi cluster baru dan semakin memperparah kondisi kesehatan kita. Maka, tak salah jika Puluhan ribu orang menandatangani petisi untuk menunda Pilkada Serentak 2020.

Merespons situasi yang kian genting ini—DKI Jakarta sudah memutuskan akan kembali menerapkan PSBB secara total. Lalu, bagaimana dengan kota-kota satellite di sekeling Jakarta, atau bahkan bagaimana dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, mengingat konektivitas Jawa yang membuat mobilitas perpindahan orang nyaris tanpa batas?

Oleh karena itulah kita ingin mendiskusikan, akan efektifkah PSSB Jilid II diterapkan? Seberapa mendesak dilakukan? Lalu, bagaimana memastikan PSBB bisa berjalan efektif mengingat begitu mahalnya harga yang mesti kita bayar? Di sisi lain, yang paling faktual, kalau kesehatan yang diutamakan, lalu kenapa Pilkada tetap dilaksanakan? Bukankah justru berpotensi mempertinggi potensi penularan?

Menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Tri Yunis Miko Wahyono (Ahli Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia); Prof Ari Kuncoro (Ekonom/ rektor Universitas Indonesia); Roy N Mandey (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo)); dan Dedie A Rachim (Wakil Wali Kota Bogor). (andi odang/her)

Berikut podcast diskusinya: