Mengawal Diberlakukannya Kembali PSBB Secara Ketat di Jawa dan Bali

PSBB
(Ilustrasi: kompas)

Semarang, Idola 92.6 FM – Merespons situasi genting penanggulangan Covid-19 yang ditandai dengan kasus yang terus melonjak dan fasilitas kesehatan di ambang kolaps, Pemerintah akhirnya kembali mengambil kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

PSBB akan diberlakukan secara lebih ketat mulai tanggal 11 hingga 25 Januari 2021. Hal ini berlaku di daerah yang memenuhi kriteria dan ditetapkan pemerintah di wilayah Jawa dan Bali.

Beberapa poin pembatasan yang diperketat antara lain: pertama, membatasi Work From Office (WFO); Bekerja dari kantor dibatasi hanya boleh 25 persen dan yang Work From Home (WFH) menjadi 75 persen. Kedua, kegiatan belajar mengajar masih akan menggunakan sistem daring dan ketiga, sektor esensial khusus kebutuhan pokok, masih akan beroperasi 100% namun dengan protokol kesehatan.

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto mengungkapkan, dalam mengambil kebijakan ini, pemerintah melihat data perkembangan penanganan Covid-19, seperti zona risiko penularan virus corona, serta rasio keterisian tempat tidur Rumah Sakit. Selain itu, pemerintah juga melihat kasus aktif Covid-19 yang saat ini telah mencapai 14,2 persen.

Menurut Airlangga, pembatasan sosial di provinsi, kabupaten, atau kota, harus memenuhi parameter terkait penanganan Covid-19; yang antara lain, tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional sebesar 3 persen. Kemudian tingkat kesembuhan di bawah nasional sebesar 82 persen.

PSBB
(Ilustrasi: akurat.co.id)

Kita tentu mengapresiasi tanggapan cepat dari pemerintah, merespon kondisi genting—meski sebagian kalangan juru wabah menilai Langkah ini terlambat. Di sisi lain—kita juga menyerukan agar penerapan PSBB kali ini benar-benar diperketat. Sebab, sebelumnya, kebijakan ini juga pernah ditempuh tapi hasilnya tidak sesuai harapan.

Lalu, bagaimana memastikan agar kebijakan PSBB di Jawa dan Bali kali ini bisa benar-benar efektif dan optimal? Bagaimana pula dengan upaya pendekatan 3T (testing, tracing, dan treatment), apa saja langkah yang mesti ditempuh agar maksimal dan efektif?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Dr. Windhu Purnomo (Pakar Epidemiologi universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya); Dedie A. Rachim (Wakil Wali Kota Bogor); dan Rusli Abdulah (Ekonom dari INDEF). (andi odang/her)

Dengarkan podcast diskusinya: