Menelaah Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19

Perppu
(ilustrasi Kumparan)

Semarang, Idola 92.6 FM – Sejumlah tokoh dan Pakar hukum tata negara Muhammadiyah yang tergabung dalam Masyarakat Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) sepakat mengajukan uji materi atau judicial review Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2020 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan ini diajukan lantaran Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19 itu dinilai melanggar sejumlah aturan perundang-undangan yang ada. Salah satu tokoh yang turut ambil bagian dalam gugatan tersebut adalah mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang kini menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Din Syamsuddin.

Din menyatakan, Perppu tersebut tidak memiliki cantolan konstitusi yang jelas. Padahal, Indonesia memiliki UU nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Wilayah. Selain itu, secara substansi Perppu tersebut telah melenceng dari kedaruratan kesehatan. Menurut Din, Perppu tersebut memberikan kewenangan yang besar kepada eksekutif dan lembaga keuangan, namun di sisi lain melucuti kewenangan lembaga negara lainnya seperti DPR dan BPK. Sehingga, hal itu perlu dikoreksi. Ia menilai, ini terkesan bernada memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk kepentingan tertentu.

Lantas, menelaah Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Kenapa Sejumlah Kalangan Menilai Bermasalah? Di tengah situasi darurat Pandemi Corona—bagaimana mestinya menyikapinya? Membahasnya, radio Idola Semarang mewawancara Dr. Charles Simabura, peneliti pada Pusat Studi Konstitusi (pusako) dan Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Andalas Padang. (Heri CS)

Berikut podcast wawancaranya: