Mengakselerasi Penurunan Angka Pernikahan Usia Anak

Penikahan Anak (Ilustrasi)

Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintahan Presiden pada periode keduanya akan menitikberatkan pada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Pembangunan SDM menjadi prioritas utama karena kita dihadapkan pada Puncak Bonus Demografi 2020-2030 dan Indonesia Emas 2045.Tanpa SDM yang sehat, unggul, dan cakap, dikhawatirkan, dua momentum emas itu akan pupus.

Namun, di tengah kerja keras atas upaya itu, kita dihadapkan pada problem masih tingginya angka pernikahan pada usia anak. Ini menjadi ancaman—mengingat mereka akan melahirkan calon-calon pemimpin dan penentu maju tidaknya bangsa di masa mendatang.

Dalam 11 tahun terakhir, prevalensi pernikahan usia anak di Indonesia menurun tapi lambat, yaitu 14 persen menjadi 11 persen. Sebagai gambaran, satu dari sembilan anak perempuan dan satu dari seratus anak laki-laki di bawah usia 18 tahun terlibat dalam pernikahan usia anak ini. Padahal, pemerintah menargetkan pada tahun 2030 tidak ada lagi pernikahan anak terjadi di Indonesia.

Menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (UNICEF), jika tak Ada percepatan pada 2030 Indonesia tidak bisa mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs poin kelima yakni menghilangkan praktik berbahaya terhadap anak.

Kepala Perwakilan UNICEF Perwakilan Indonesia Debora Comini mengatakan, Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen politik dalam pencegahan pernikahan usia anak. Hal ini dilihat dari adanya kebijakan untuk menanggulangi masalah ini. Namun, menurutnya dari segi implementasi masih lambat.

Lantas, menekan masih tingginya perkawinan anak–langkah percepatan apa yang mesti dilakukan? Salah satu Kendala utamanya adalah koordinasi antara kementerian, lembaga beserta pemerintah Pusat dan daerah, maka bagaimana mengkoordinasikan lembaga yang ada di era mobilisasi dan orkestrasi saat ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lenny N Rosalin dan Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati. (Heri CS)

Berikut diskusinya: