Di Tengah Menyongsong Puncak Bonus Demografi dan Indonesia, Bagaimana Mengatasi Problem Pernikahan Dini?

Semarang, Idola 92.6 FM – Saat ini, kita sedang berada pada era dimana perubahan dan perkembangan teknologi terjadi begitu melesat. Kemajuan teknologi saat ini—seolah tak pernah terbayangkan di masa-masa lampau. Inovasi teknologi mutakhir mendisrupsi pelaku-pelaku lama atau (incumbent). Kini, kita memasuki era di mana kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI) tengah menjadi ancaman baru yang akan menggantikan otak dan tenaga manusia.

Di sisi lain, dalam hitungan beberapa tahun ke depan kita juga telah dihadapkan pada Puncak Bonus Demografi 2020-2030, dan Indonesia Emas pada 2045. Menghadapi berbagai tantangan itu tentunya kita mesti SDM yang unggul.

Namun, di sisi lain, kita juga sedang menyimpan bara dalam sekam—bak menyimpan bom waktu. Ada ancaman kualitas SDM kita sebab masih banyak terjadi pernikahan dini. Merujuk data mutakhir, sebanyak 375 remaja menikah di usia dini setiap harinya. Fakta ini diungkapkan oleh Direktur Analisis Dampak Kependudukan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hitima Wardhani baru-baru ini.

Ia menjabarkan, terdapat 46 juta remaja dan anak perempuan di Indonesia yang berusia 10 sampai 19 tahun dari jumlah total 255 juta jiwa di Indonesia. Sebanyak satu dari sembilan anak perempuan menikah di bawah usia 18 tahun sesuai hasil Susenas 2016.

Menikah di usia dini, rentan menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pernikahan dini juga memengaruhi kualitas gizi ibu dan anak. Selain itu, anak juga bisa mengalami stunting alias gagal tumbuh akibat gizi buruk kronis karena ibu belum bisa mengasuh dengan baik pada 1.000 hari pertama kehidupan.

Dan, muara dari itu semua adalah mutu sumber daya manusia (SDM) generasi muda. Padahal, ke depan, pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing akan menentukan masa depan bangsa.

Lantas, di tengah kita menyongsong Puncak Bonus Demografi 2020-2030 dan Indonesia Emas 2045, bagaimana mengatasi problem masih banyaknya pernikahan dini? Bagaimana mestinya pemerintah mengatasi problem ini—mengingat begitu pentingnya generasi muda sebagai aset bangsa? Langkah apa dan siapa yang saja yang mesti dilibatkan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Direktur Analisis Dampak Kependudukan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hitima Wardhani MPH dan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti. (Heri CS)

Berikut diskusinya: