Mengantisipasi Pembatasan Arus Manusia di Tengah Pandemi Corona. Perlukah Mengeluarkan Aturan yang Berlandaskan Hukum, soal Larangan Mudik?

Bus AKAP dimandiin Desinfektan

Semarang, Idola 92.6 FM – Tantangan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di daerah kian kompleks oleh mobilitas pekerja informal ke kampung halaman yang akhir-akhir ini banyak terjadi. Ketiadaan regulasi yang tegas melarang warga mudik ke kampung halaman karena berpotensi membawa virus corona baru penyebab Covid-19 menghadirkan problem baru di daerah.

Pengawasan ketat terhadap warga yang datang dari area episentrum Covid-19 mutlak diperlukan. Meski mobilitas antardaerah secara umum menurun dan sudah ada imbauan tidak mudik, pergerakan warga perantau ke kota asal masih terjadi. Di Kabupaten Blora Jawa Tengah misalnya, hingga akhir pekan lalu, setiap malam terpantau sekitar 20 bus membawa pemudik dari Jakarta dan sekitarnya. Untuk meminimalkan penyebaran Covid-19, Pemerintah Kabupaten Blora rutin memeriksa kondisi kesehatan penumpang bus antarkota antarprovinsi. Bus juga disemprot disinfektan. Pemeriksaan dilakukan di Kunduran, perbatasan Blora dan Grobogan.

Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian meminta pemerintah daerah melarang warga mudik guna mencegah penyebaran virus corona. Kini, pemerintah pusat tengah mengkaji kebijakan pembatasan mudik bersama. Terkait ini, analis kebijakan public dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah berpendapat, pemerintah harus segera membuat larangan mudik dan piknik supaya tidak terjadi pertemuan fisik guna mengurangi penyebaran Covid-19. Mendiskusikan ini, radio Idola Semarang mewawancara Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng. (Heri CS)

Berikut wawancaranya:

Artikel sebelumnyaApa Saja Guncangan Ekonomi Akibat Virus Corona dan Bagaimana Mitigasinya?
Artikel selanjutnyaPendapatan Grand Maerokoco Maret Turun Drastis