Mengerem Kebijakan Kontradiktif di Tengah Pandemi dan Ancaman Resesi, Mungkinkah?

Indonesia Resesi
(Ilustrasi: accurate)

Semarang, Idola 92.6 FM – Sejak metafora “gas dan rem” dilontarkan, yang menggambarkan kebijakan penanganan pandemi sekaligus berjalan bersama dengan upaya pemulihan ekonomi, para juru wabah menganggapnya cenderung kontraproduktif. Kebijakan itu seolah-olah menekan “gas dan rem” secara bersamaan. Sehingga ibarat mobil, maka suara mesinnya sudah “meraung-raung” tapi mobilnya tidak kunjung bisa jalan juga.

Faktanya, setelah memasuki setengah tahun Covid-19, jumlah orang yang positif corona kian melejit, (yang berarti Covid-19 masih belum terkendali). Sementara, ekonomi juga tak kunjung pulih sehingga resesi sudah ada di depan mata. Pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak 4 Juni 2020 yang diharapkan bisa mendorong ekonomi, nyatanya belum berdampak efektif. Pembukaan sejumlah sektor usaha memang sekilas meningkatkan aktivitas ekonomi tetapi sifatnya subsisten (minim) dan stagnan (mandeg).

Berdasarkan data Matriks Keadaan Ekonomi dan Kesehatan yang dibuat Centre for Strategic and International studies (CSIS), sejak PSBB dilonggarkan pada Juni 2020, pergerakan aktivitas ekonomi harian menunjukkan tren meningkat. Sementara situasi kesehatan cenderung tidak membaik secara signifikan.

Lantas, jika upaya penanggulangan pandemi dan pemulihan ekonomi tak kunjung membawa hasil, lalu, apa yang perlu dicek, dievaluasi, atau direview oleh pemerintah? Benarkah kebijakan pengendalian yang dilakukan bersifat kontradiktif sehingga kontraproduktif terhadap arah dan tujuan? Jika memang kini saatnya menarik tuas rem dan tak perlu nge-gas, maka, sector bisnis apa saja yang perlu ditarik tuas remnya dan sektor-sektor apa saja yang mesti tetap dibuka demi berputarnya roda perekonomian masyarakat meski melambat?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Kepala Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri; Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Aryo DP Irhamna; Juru Wabah/Epidemiolog Universitas Indonesia, dr Pandu Riono; dan Pengusaha/ Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia, Sanny Iskandar. (andi odang/ her)

Berikut podcast diskuisnya: