Quo Vadis KPK, Apa Kabar KPK?

Gedung KPK

Semarang, Idola 92.6 FM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk pada tahun 2002 untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Inilah yang kemudian menjadikan KPK sebagai lembaga super body dan berada di garda depan dalam pemberantasan korupsi. Ia disegani dan ditakuti. Namanya membuat gentar bandit-bandit koruptor.

Dengan posisinya itu, membuat KPK menjadi tempat kerja impian bagi sebagian orang. Namun, itu dulu, beberapa tahun lalu. Kini, orang-orang yang berada di dalam lembaga super body itu justru merasa tak nyaman. Sehingga, satu per satu pegawainya hengkang dari KPK.

Bahkan, berpotensi terjadi eksodus karena saking banyaknya orang yang mengundurkan diri dari KPK selama beberapa bulan terakhir. Puluhan pegawai KPK mengundurkan diri sejak Firli Bahuri memimpin lembaga antirasuah tersebut. Tercatat, sejak Januari-September 2020, 31 pegawai mengundurkan diri, termasuk mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

KPK
(Ilustrasi: alenia.id)

Ada banyak alasan di balik pengunduran diri para pegawai KPK. Namun salah satunya, dipicu pengesahan UU KPK yang dianggap bakal memangkas independensi mereka. Sebab, Undang-Undang tersebut mengatur pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara

Keputusan untuk keluar dari KPK menjadi pilihan bagi mereka yang menganggap institusi KPK sebagai ladang perjuangan—bukan sekedar tempat mencari zona nyaman. Sebab, mereka menilai kondisi KPK tidak lagi sama, pasca revisi Undang-Undang KPK. KPK dianggap tidak lagi menjadi lokomotif bagi upaya pemberantasan korupsi. KPK tidak lagi menjadi gelanggang perjuangan.

Febri Diansyah mengibaratkan, meninggalkan KPK ketika kondisi sudah berubah, bukan sikap mundur dari “gelanggang pertempuran”. Namun―seolah mewakili suara hati pegawai lain―ingin mencari cara lain untuk mencintai KPK. Dalam menggambarkan situasi hatinya, ia menutip lagu Beyonces, Best Thing I Never Had, Febri ingin menunjukkan kebaikan dalam perpisahan Kamis lalu: Thanks God I found the good in goodbye

Logo KPK Retak
Logo KPK retak yang terpampang di situs resmi KPK beberapa waktu lalu, seolah ingin mengirimkan pesan kepada publik bahwa lembaga itu menuju kehancuran. Keberadaannya telah dilemahkan oleh berbagai pihak.(Ilustrasi: kpk.go.id)

Senada, Novel Baswedan—penyidik senior KPK menyatakan, bahwa pegawai-pegawai yang mundur itu umumnya melihat dua masalah besar di KPK, yakni: soal Undang-Undang KPK yang baru dan masalah kepemimpinan serta manajerial. Novel menyebut bahwa KPK saat ini seperti gelanggang yang tidak punya harapan.

Lantas, di balik eksodus para pegawainya, masihkah KPK menjadi Lembaga super body yang bisa diandalkan masyarakat untuk memberantas korupsi? Bagaimana cara kita tetap mencintai KPK—meski situasi tak lagi sama? Apa saja, sesungguhnya, perbedaan substantif pasca revisi UU KPK?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni Zainal Arifin Mochtar (Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi/PUKAT UGM dan Dosen Fakultas Hukum UGM Yogyakarta); Alvin Nicola (Peneliti Transparency International Indonesia (TII)); Bibit Samad Rianto (Mantan Wakil Ketua KPK/ Ketua Umum Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) & Ketua Pusat Kajian Ilmu Kepolisian Dan Antikorupsi Universitas Bhayangkara); dan Prof Dr Hibnu Nugroho (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto). (andi odang/her)

Berikut podcast diskusinya: