Bagaimana Mengorganisasi “Nyala Api” Solidaritas di Tengah Pandemi?

Solidaritas di Masa Pandemi
Seorang warga mengambil paket sembako yang ditawarkan Dwi Fitria Ambarina di Cimahi, Jawa Barat. Dwi menggantungkan lebih dari belasan karung sembako di pintu gerbang rumahnya untuk membantu tetangga yang terdampak COVID-19. (Antara)
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Ketika kasus Covid-19 menjadi kian tinggi, rumah sakit penuh, tenaga kesehatan kewalahan, dan sebagian fasilitas kesehatan tutup karena kewalahan, rasa kesetiakawanan, peri kemanusiaan, dan persatuan kita seolah diuji.

Kita bersyukur, di tengah situasi genting dan gawat darurat tersebut, tetap ada nyala solidaritas di tengah redupnya situasi akibat Pandemi. Kita mengapresiasi, karena ada sebagian masyarakat kita yang hatinya tergerak untuk menolong sesama mereka yang terpapar Covid-19. Ada mereka yang mengalang solidaritas demi meringankan beban warga yang terdampak Pandemi—atas nama kemanusiaan.

Lantas, bagaimana mengorganisasi “Nyala Api” solidaritas di tengah Pandemi yang kian genting sehingga bisa dikonversi menjadi seperti bantuan dan sumbangan besar yang nyata dan terdistribusi tepat sasaran? Bagaimana pula menarasikan munculnya solidaritas, agar perhatian bangsa tidak terbelah dengan narasi saling menyalahkan dan tantang-menantang antara Pemerintah dan Pengamat ekonomi?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan: Prof Tri Marhaeni Pudji Astuti (Dosen Jurusan Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang (UNNES)); Rimawan Pradiptyo (Inisiator Sambatan Jogja (Sonjo)/dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta); Ahmad Arif (Wartawan sains, Kompas); dan Dr. Muhammad Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes (Ahli Epidemiologi FKM Universitas Airlangga Surabaya). (her/yes/ao)

Dengarkan podcast diskusinya: