Semarang, Idola 92.6 FM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menggunakan kewenangannya untuk memghentikan penyidikan dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Ini merupakan pertama kalinya KPK menghentikan perkara setelah diberi kewenangan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 yang tertuang pada UU KPK hasil revisi.

Keputusan KPK tersebut mengundang kritik dari sejumlah pegiat antikorupsi termasuk mantan pimpinan KPK seperti Busyro Muqqodas dan Bambang Widjojanto. Mereka menilai, SP3 perdana yang dikeluarkan oleh KPK pasca revisi UU KPK telah mencederai rasa keadilan masyarakat. Penerbitan SP3 tersebut menjadi catatan kesekian kalinya dalam upaya pemberantasan korupsi terutama sejak revisi UU KPK hingga turunnya indeks persepsi korupsi.

Apalagi, kasus BLBI merupakan salah satu kasus mega korupsi dalam sejarah Indonesia. Diketahui, kasus BLBI bermula dari kebijakan di era krisis 1998 untuk menyelamatkan sejumlah bank dari kebangkrutan. Dana yang digelontorkan mencapai triliunan rupiah.

Sayangnya, sejumlah pemilik bank melarikan dana keluar negeri. Pada 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani Inpres soal jaminan kepastian hukum bagi pada pengutang BLBI, salah satunya Sjamsul Nursalim. Syaratnya, penyitaan sejumlah aset milik obligor. Dalam prakteknya, ada sejumlah penyimpangan yang diduga melibatkan pejabat terkait. Namun, Mahkamah Agung (MA) berpendapat lain dan menyebut kasus itu bukan perkara pidana.

BLBI

Merespons sorotan sejumlah pihak, KPK mengaku siap menghadapi kemungkinan gugatan praperadilan yang diajukan sejumlah pihak terkait penerbitan SP3 kasus BLBI.

Sebelumnya, KPK mengumumkan penerbitan SP3 kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas terhadap pengutang BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istri, Itjih Nursalim, 31 Maret lalu. KPK menyangka Sjamsul Nursalim dan istrinya– Itjih Sjamsul Nursalim telah melakukan misrepresentasi dalam menampilkan nilai aset yang mereka serahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional untuk membayar utang BLBI. Akibat perbuatan mereka, negara rugi Rp 4,58 triliun.

Lantas, menimbang SP3 yang kini dimiliki KPK dan untuk pertama kalinya dikeluarkan pada kasus BLBI—apa implikasinya ke depan? Upaya apa yang bisa kita tempuh untuk mencegahnya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Aan Eko Widiarto (Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang) dan Boyamin Saiman (Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI)). (her/andi odang)

Dengarkan podcast diskusinya: