Menimbang Implikasi Percepatan Pemindahan Ibu Kota Negara

Visualisasi Ibukota Negara Baru

Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam skala yang paling kecil, kita selalu membayangkan bahwa urusan pindah adalah masalah yang sangat ribet, repot dan sulit. Sehingga, kalau tidak terpaksa, kita pasti akan berusaha menghindarinya–apakah itu pindah rumah atau tempat usaha. Sebab, semuanya, akan menimbulkan berlapis-lapis urusan yang mesti diorganisasi, diantisipasi, disiapkan dan diatasi.

Maka, dapat kita bayangkan, betapa repotnya kalau yang melakukan pindahan adalah skala ibu kota negara—yang di dalamnya penuh dengan institusi, instansi, dan mungkin ribuan atau jutaan pegawai.

Kita ketahui, saat ini, pemerintah berencana mempercepat pemindahan ibu kota Negara ke Kalimantan Timur tahun ini. Saat ini pemerintah tengah menggodok draf “RUU Ibu Kota Negara Baru” sebagai landasan proyek yang akan segera diajukan ke DPR untuk dibahas. DPR juga sudah menjadikan RUU itu sebagai salah satu prioritas program legislasi nasional.

Proyek ini diperkirakan akan memakan biaya sekitar Rp500 triliun yang pembiayaannya akan dilakukan melalui skema APBN, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan melalui pihak swasta.

Istana Negara di Ibukota Baru
:(

Atas situasi ini, sejumlah kalangan dan beberapa fraksi di DPR mendesak pemerintah untuk menunda pembangunan ibu kota Negara di Kalimantan Timur. Mereka meminta Pemerintah untuk lebih fokus menangani pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi warga. Di sisi lain, menurut pemerintah, proyek itu justru bermanfaat memulihkan ekonomi warga yang anjlok akibat pandemi.

Maka, menimbang implikasi percepatan pemindahan ibu kota negara, apa plus-minusnya dan sejauh mana urgensinya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Rudy Soeprihadi Prawiradinata (Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/ Bappenas); Yayat Supriatna (Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti Jakarta); dan Pradarma Rupang (Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur). (her/andi odang)

Dengarkan podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaKonsumsi Elpiji di Jateng Diperkirakan Naik 9 Persen Saat Ramadan
Artikel selanjutnyaMengenal Sanari, Pembudidaya Alpukat Varietas Pameling dari Malang