Menyorot Sikap KPK yang Belum Menjalankan Tindakan Korektif Sesuai Rekomendasi Ombudsman

KPK Era Baru
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Pasca temuan Ombudsman RI bahwa terjadi malaadministrasi berlapis terkait tes wawasan kebangsaan pegawai KPK hingga saat ini, pimpinan KPK masih belum menjalankan tindakan korektif yang diminta Ombudsman RI.

Ketua KPK Firli Bahuri beralasan, masih menunggu hasil dari sejumlah gugatan terkait peralihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).

Diketahui, Senin 2 Agustus 2021 lalu, MK mulai menyidangkan perkara uji materi Pasal 69 C Undang-undang No 19/ 2019 tenang KPK yang mengatur pegawai KPK harus menjadi ASN. Gugatan diajukan KPK Watch Indonesia. Selain itu, MA pun saat ini juga tengah menguji Peraturan KPK No 1/ 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.

Pernyataan KPK tersebut mendapat sorotan berbagai pihak, mengingat dari kacamata hukum tata negara, tak ada hubungan rekomendasi Ombudsman dengan putusan MA maupun MK. Hal itu disampaikan Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera-Bivitri Susanti. Menurut Bivitri, Ombudsman RI berkaitan dengan malaadministrasi dalam pelayanan publik sedangkan MK dan MA terkait dengan norma perundang-undangan.

Maka, kita pun bertanya-tanya, ketika KPK belum menjalankan tindakan korektif yang diminta oleh Ombudsman karena masih menunggu keputusan MK dan MA; lalu, apa konsekuensinya? Apakah rekomendasi Ombudsman tak bersifat mengikat? Harus sampai di mana persoalan ini akan terus dipingpong?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Mokhamad Najih (Ketua Ombudsman RI); Charles Simabura (Pegiat Anti Korupsi/Peneliti Pada Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang); dan Zaenur Rohman (Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta). (her/ yes/ ao)

Dengarkan podcast diskusinya: