Bagaimana Mengantisipasi Ancaman Krisis Pangan Akibat Invasi Rusia ke Ukraina?

ilustrasi
ilustrasi/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Situasi geopolitik global, perubahan iklim, dan permasalahan produktivitas pangan membuat negara-negara di dunia berada dalam bayang-bayang ancaman krisis pangan. Sehingga, baru-baru ini, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP) pun mengeluarkan peringatan keras atas ancaman krisis pangan yang membayangi banyak negara. Mereka memperkirakan ketahanan pangan dunia akan memburuk pada Juni sampai September mendatang.

Lantas, apa itu sebenarnya krisis pangan dunia yang sedang melanda banyak negara?

FAO menjelaskan bahwa krisis pangan merupakan kondisi ketika bahaya pangan akut dan malnutrisi meningkat tajam. Dampaknya mulai dari skala nasional hingga pada tingkat internasional.

Padahal dalam Deklarasi Roma, disebutkan salah satu hak asasi manusia yang perlu dipenuhi adalah mendapatkan pangan yang cukup. Ketahanan pangan dinilai tidak aman, ketika ketersediaan pangan lebih kecil dibandingkan permintaan atas kebutuhan masyarakat. Hal ini membuat kondisi ekonomi menjadi tidak stabil.

Ancaman krisis pangan yang terjadi, tak lepas dari dampak perang antara Rusia dan Ukraina yang merupakan produsen dan eksportir komoditas utama dunia. Mulai dari minyak dan gas, pertambangan, hingga pangan, banyak berasal dari dua negara tersebut.

Perang telah membuat produksi dan distribusi berbagai komoditas terganggu. Selain itu, banyak pula negara yang melakukan embargo terhadap produk Rusia sebagai bentuk sanksi atas serangan militer ke Ukraina. Dampaknya, membuat arus komoditas terganggu.

Lalu, seberapa mengkhawatirkan dampak perang Rusia dan Ukraina terhadap sektor pangan kita? Dan, langkah apa yang mesti dilakukan untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Felippa Ann Amanta (Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)), Ahmad Heri Firdaus (Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)), dan Muhammad Nur Uddin (Sekretaris Jendral API (Aliansi Petani Indonesia)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: