BI Sebut 3 Tantangan Global Bisa Sulitkan Pemulihan Ekonomi di 2022

Perry Warjiyo
Perry Warjiyo, Gubernur BI.

Semarang, Idola 92,6 FM – Bank Indonesia memberikan gambaran tentang tantangan global, yang diperkirakan akan menjadi batu sandungan dalam proses pemulihan ekonomi pada tahun ini. Setidaknya ada tiga isu global yang akan mengganjal proses pemulihan ekonomi, dan salah satunya tentang kondisi geopolitik internasional.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan isu-isu atau tantangan global saat ini, akan menjadi permasalahan atau batu sandungan dalam pemulihan ekonomi dan lebih sulit. Sehingga, semua pihak harus bisa bekerja sama untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pernyataan itu dikatakan saat memberikan pidato terkait pemulihan ekonomi dan stabilitas secara daring dalam acara Public Lecture G20 yang diadakan Bank Indonesia, Senin (21/3) sore.

Perry menjelaskan, beberapa dampak yang akan membuat sulit pemulihan ekonomi global adalah kenaikan suku bunga yang dilakukan The Federal Reserve (The Fed). Yakni dengan menaikkan suku bunga Fed Funds Rate dari perkiraan kenaikan sebanyak lima kali menjadi tujuh kali. Kebijakan itu diperkirakan bakal berdampak terhadap kenaikan suku bunga global, dan memersulit negara berkembang bisa pulih dari pandemi.

Menurutnya, tantangan-tantangan tersebut harus bisa dihadapi bersama untuk mencari jalan keluar.

“Pola pertumbuhan ekonomi global masih belum seimbang, antara negara maju yang cepat dengan negara berkembang yang lambat. Di tengah itu, ada tiga tantangan yaitu normalisasi dari negara maju bagaimana harus memitigasinya dan tentu saja jangan berdampak yang buruk terhadap pola pertumbuhan ekonomi global khususnya di negara-negara berkembang. Kedua bagaimana dampak jangka panjang luka memar reformasi di sektor riil, dan ketegangan Rusia-Ukraina. Itu menjadi isu-isu global yang harus kita antisipasi dan kita selesaikan,” kata Perry.

Lebih lanjut Perry menjelaskan, diperlukan adanya sinergi dan kolaborasi bersama secara global untuk memulihkan sektor perekonomian di masa pandemi. Diperkirakan, pada tahun ini pertumbuhan ekonomi dunia hanya 4,4 persen dengan ketidakseimbangan masih berlanjut.

“Ketidakseimbangan itu terjadi, karena kemampuan untuk pulih dari pandemi tidak seimbang. Negara-negara maju bisa melakukan vaksinasi dengan cepat, dan stimulus besar-besaran dikeluarkan. Tapi untuk negara berkembang dengan kemampuan yang terbatas, maka penanganan pandeminya juga terbatas,” pungkasnya. (Bud)