Koalisi Parpol: Bagaimana agar Masyarakat Tidak Terjebak Membeli “Pepesan Kosong”?

Koalisi
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pertemuan antara Ketua Umum Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, baru-baru ini, dinilai bukan pertemuan biasa antara elite partai. Pertemuan itu dinilai membuka kemungkinan terbentuknya poros baru di Pemilu 2024.

Pertemuan itu dianggap sebagai sinyal politik memasuki tahapan awal Pemilu dan Pilpres 2024 yang akan dimulai 14 Juni mendatang. Bahkan, keduanya juga disebut menunjukkan sinyal terjadinya ‘keretakan’ di tubuh koalisi partai pendukung pemerintah.

Saat ini kita ketahui, sudah ada poros Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dideklarasikan oleh tiga parpol, yakni: Partai Golkar, PAN, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Poros koalisi lain, dalam dinamika yang terjadi diperkirakan akan dilakukan oleh beberapa partai ke depan. Dalam beberapa waktu terakhir beberapa ketua umum parpol giat melakukan manuver politik dengan melakukan pertemuan. Sebelum dengan SBY, kita ketahui, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto juga melakukan anjangsana politik ke Surya Paloh. Meski bertajuk pertemuan dua sahabat lama, publik membaca bahwa itu juga menjadi bagian dari upaya “deal-deal” politik.

Lalu, ketika koalisi parpol rame-rame membentuk poros baru, apa relevansinya buat masyarakat? Adakah sinyal dari pembentukan poros baru itu dilakukan dalam rangka memenangkan daulat rakyat sehingga bermuara pada terciptanya keadilan dan kemakmuran sebagaimana cita cita bangsa?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Prof R. Siti Zuhro (Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia), Fadli Ramadhanil (Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)), dan Anwar Hafid (Politisi Partai Demokrat/Anggota DPR RI). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: