Menakar Plus-Minus Pembelajaran Daring dan Luring

E-Learning
ilustrasi/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pikiran menyukai masa lalu karena penuh kepastian. Dan sebaliknya, pikiran membenci masa depan karena penuh dengan berbagai kemungkinan.

Sementara, berpikir menyerap energi, sedangkan mengingat hanya butuh sedikit kalori. Itulah alasan kenapa orang suka sekali mendengarkan cerita masa lalu.

Kata Primo Levi, seorang ahli kimia, penulis, dan korban Holokaus oleh Nazi: “Monsters exist, but they are too few in number to be truly dangerous. More dangerous are the common men, the functionaries ready to believe and to act without asking questions.” Monster memang ada, tetapi jumlahnya terlalu sedikit untuk benar-benar berbahaya. Yang lebih berbahaya adalah orang-orang biasa, yaitu para pejabat yang siap untuk percaya dan bertindak tanpa (terlebih dahulu) bertanya).

E-Learning
ilustrasi/istimewa

Maka, agar tidak menjadi orang yang berbahaya, kita akan membahas soal dunia pendidikan. Seperti yang kita tahu, Pandemi Covid-19 telah memporak-porandakan agenda dan jadwal pendidikan. Mulai dari Ujian Nasional yang ditiadakan, konsep “belajar dari rumah” digaungkan, yang pada akhirnya memaksa para pelaku pendidikan untuk menerapkan pembelajaran dalam jaringan (daring).

Pembelajaran daring yang semua memunculkan aneka hambatan dan halangan, kini dirasa memiliki banyak keunggulan. Oleh karena itu, pembelajaran daring diharapkan tidak sekedar menjadi pengganti dari pembelajaran konvensional (tatap muka), tetapi juga diharapkan bisa berjalan beriringan, berkelanjutan, dengan pembelajaran konvensional.

Nah, apa sajakah keuntungan dan kerugian dari belajar secara daring maupun luring? Apa saja catatan perbaikan yang perlu dilakukan, agar belajar secara daring juga bisa dinikmati secara inklusif oleh anak-anak di seluruh Indonesia? Apakah pada saat sekarang seluruh langit di Indonesia, sudah tercover oleh jaringan internet?

Membahas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi bersama Dekan Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro Semarang, Prof Budiyono. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: