Mencermati Pemilihan Anggota KPU dan Bawaslu yang Terkesan Dipilih Secara Tidak Transparan

KPU BAWASLU
Ilustrasi/RumahPemilu

Semarang, Idola 92.6 FM – Agenda Pemilu 2024 merupakan pesta demokrasi yang begitu penting bagi publik. Sebab, output dari Pemilu—yakni terpilihnya para Pemimpin dan juga wakil rakyat akan sangat menentukan jalannya pembangunan dan kemajuan bangsa di masa mendatang. Begitu krusialnya dan pentingnya agenda Pemilu, sehingga kita memerlukan para penyelenggara yang memiliki kapasitas dan integritas yang tak diragukan.

Namun, sejumlah kalangan melihat proses pemilihan anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 dinilai tidak transparan karena dilakukan secara tertutup oleh Komisi II DPR RI.

Selain itu, proses pemilihan dinilai sarat dengan nuansa politis dan kongkalikong di antara fraksi di DPR. Dugaan itu bukan tanpa alasan. Sebelumnya, menjelang fit and proper test serta pemilihan, beredar daftar nama anggota KPU dan Bawaslu yang terpilih. Padahal, proses pemilihan baru akan dilakukan malam harinya. Dan faktanya, setelah pemilihan, nama-nama anggota KPU dan Bawaslu yang terpilih, sama persis dengan nama-nama yang beredar sebelumnya.

Adapun mereka yang terpilih itu yakni: 7 Komisioner KPU periode 2022-2027; Betty Epsilon Idroos, Hasyim Asy’ari, Mochammad Afifudin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik serta August Mellaz. Kemudian, 5 anggota Bawaslu yang dipilih yakni: Lolly Suhenty, Puadi, Rahmat Bagja, Totok Hariyono serta Herwyn Jefler Hielsa Malonda.

Lantas, ketika pemilihan anggota KPU dan Bawaslu–sebagai pelaksana dan pengawas Pemilu–terkesan dipilih secara tidak transparan, akankah mampu menghasilkan output yang kredibel? Bahkan, kalau toh itu semua hanya persepsi, maka bisakah ketidak percayaan itu tetap dipelihara, padahal produk hasil pemilu yang mereka selenggarakan, bukan hanya mainan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Titi Anggraini (Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)); Ujang Komarudin (Direktur Eksekutif Indonesia Political Review); dan Bu Hurriyah (Wakil Direktur Puskapol Universitas Indonesia). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: