Polemik Peleburan Lembaga Riset di BRIN, Apa Pokok Masalah Sesungguhnya?

BRIN
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Awal Januari 2022 lalu, dunia riset dikagetkan dengan adanya berita seratusan saintis Lembaga Biologi dan Molekuler Eijkman yang diberhentikan tanpa pesangon. Berita yang sama juga terjadi kepada para periset di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Hal itu sebagai dampak dari peleburan lembaga riset ke dalam induk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Peleburan lembaga riset ke dalam BRIN mengacu pada pasal 65 Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021. Pasal itu mengatur integrasi unit kerja yang melaksanakan penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek ke BRIN.

Hal itu pun menuai polemik. Mereka yang kontra menilai, peleburan lembaga-lembaga riset menimbulkan persoalan organisasi yang menghambat masa depan penelitian Indonesia. Selain itu, proses peleburan lembaga riset membuat ratusan peneliti terancam kehilangan pekerjaan mereka. Menyikapi persoalan ini, sejumlah akademisi juga membuat petisi yang meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan rencana peleburan lembaga-lembaga riset ke BRIN.

Lantas, apa pokok masalah yang sesungguhnya, sehingga peleburan lembaga riset ke dalam BRIN menuai polemik? Kenapa mengintegrasikan beberapa lembaga riset ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) seperti memicu kegaduhan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Beka Ulung Hapsara (Komisioner Komnas HAM RI); Yanuar Nugroho (Penasihat Centre for Innovation Policy & Governance; Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia; Visiting Senior Fellow ISEAS Singapura; Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI 2015-2019); dan Laksana Tri Handoko (Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: