Universitas Pertamina Buat Hand Sanitizer Dari Sampah Dapur

Hand Sanitizer dari Sampah Dapur
Salah satu tim peneliti menunjukkan hand sanitizer buatan dengan bahan sampah dapur.

Semarang, Idola 92,6 FM – Mungkin sampah dapur yang dihasilkan rumah tangga, akan berakhir di tempat sampah dan nantinya diolah menjadi pupuk. Namun siapa sangka, jika sampah dapur juga bisa diolah menjadi hand sanitizer dan merupakan salah satu kebutuhan wajib di masa pandemi saat ini.

Dosen Program Studi Kimia Universitas Pertamina Dr. Suharti, S.Pd., MSi mengatakan selama masa pandemi COVID-19, terjadi peningkatan permintaan akan hand sanitizer atau penyanitasi tangan. Yakni mengalami kenaikan sekira 955 persen sejak Februari 2020, dan produk penyanitasi tangan sempat terjadi kelangkaan. Pernyataan itu disampaikan melalui siaran pers, kemarin.

Suharti menjelaskan, terdapat alternatif metode pembuatan penyanitasi tangan yang mudah dan bisa didapatkan. Yakni, berbahan limbah rumah tangga yang mudah dibuat dan murah.

Menurut Suharti, dirinya dan tim peneliti dari asisten laboratorium serta mahasiswa Program Studi Kimia mengembangkan metode pembuatan penyanitasi tangan berbahan limbah rumah tangga sejak Juli 2021. Proses pembuatan produk penyanitasi tangan dilakukan di Laboratorium Kimia Terintegrasi Universitas Pertamina, dan saat ini telah menghasilkan 100 liter penyanitasi tangan.

“Limbah yang bisa dimanfaatkan adalah sisa sayuran dan buah-buahan, yang sudah melalui proses fermentasi. Efektivitasnya setara dengan produk serupa berbahan dasar kimia. Proses fermentasi ini dilakukan untuk mendapatkan eco-enzim, yang memiliki fungsi seperti alkohol yakni sebagai desinfektan. Semakin beragam limbah sayur dan buah yang digunakan, semakin beragam endofit atau mikroorganisme untuk menghasilkan eco-enzim,” kata Suharti.

Lebih lanjut Suharti menjelaskan, proses pembuatan penyanitasi tangan berbahan limbah rumah tangga cukup sederhana. Sampah sayuran dan buah-buahan terlebih dahulu dibersihkan, kemudian direndam dengan gula merah atau molase dan kemudian disimpan pada ember tertutup.

“Pada minggu pertama proses fermentasi, wadah harus dibuka untuk mengeluarkan gas yang ada di dalamnya. Kemudian wadah harus dibuka kembali pada usia 30 hari, untuk melepaskan gas dan mengecek keberhasilan proses fermentasi. Kegagalan fermentasi biasanya terjadi akibat udara yang tidak bersih, sehingga dianjurkan untuk menyimpan fermentasi jauh dari tempat sampah,” jelasnya.

Suharti menyebutkan, limbah rumah tangga yang difermentasi berpotensi menghasilkan metana atau hidrogen dan berfungsi sebagai antiseptik. Yakni, efektivitasnya akan setara dengan produk antiseptik berbahan dasar alkohol. (Bud)

Artikel sebelumnyaJateng Terus Kembangkan Panas Bumi dan Surya Jadi EBT
Artikel selanjutnyaHipmi Jateng Gelar Konsolidasi dan Perkuat Pengusaha Muda Bangkit Setelah Pandemi