Menyorot Pro-Kontra Pelarangan Pejabat ASN Gelar Buka Puasa Bersama

Wi
Ilustrasi/ISTIMEWA

Semarang, Idola 92.6 FM – Surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia perihal Arahan Terkait Penyelenggaraan “Buka Puasa Bersama” yang diteken Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada Selasa 21 Maret lalu, menuai respons beragam dari masyarakat. Sejumlah kalangan menilai arahan tersebut tidak tepat.

Salah satu pihak yang tak sependapat dengan kebijakan itu adalah mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin. Ia menilai, larangan tersebut tidak arif dan tidak adil.

Din menilai, larangan itu justru terkesan tidak memahami makna dan hikmah dari prosesi buka puasa bersama di Bulan Ramadan. Baginya, buka puasa bersama menjadi ajang meningkatkan silaturahmi yang positif bagi peningkatan kerja dan kinerja Aparatur Sipil Negara.

Seiring polemik yang timbul, Sekretaris Kabinet Pramono Anung memberikan klarifikasi mengenai surat tersebut. Arahan Presiden itu hanya ditujukan kepada para menko (menteri koordinator), para menteri, dan kepala lembaga pemerintah. Hal ini tidak berlaku bagi masyarakat umum. Dengan demikian, masyarakat umum memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan buka puasa bersama.

Selain itu, Pramono menjelaskan, alasan Presiden melarang aparatur sipil negara (ASN) menggelar buka puasa bersama karena sedang mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Presiden meminta jajaran pemerintah dan ASN untuk berbuka puasa dengan pola hidup yang sederhana. Intinya adalah kesederhanaan yang selalu dicontohkan oleh Presiden.

Lalu, menyoroti pro-kontra pelarangan pejabat gelar buka puasa bersama, sudah tepatkah kebijakan yang diambil Presiden Jokowi? Apakah pesannya cukup jelas untuk memberikan kesadaran bagi para ASN soal pola hidup sederhana?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Prof Masdar Hilmy (Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel/ Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya periode 2018-2022) dan KH Maman Imanulhaq (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan Majalengka/anggota DPR RI). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: