Gus Mus Mendorong agar Kita Tidak Berlebih-lebihan dalam Pemilu

Gus Mus
Photo/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Bulan Mei 2023 lalu, Indonesia memasuki tahun ke-25 pasca-Reformasi 1998. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya sistem demokrasi yang sedang berlaku di negeri ini patut disyukuri. Artinya, yang kurang dalam sistem ini, perlu terus disempurnakan. Praktik-praktik politik yang dianggap menyimpang, kurang etis, atau menyalahi aturan perlu dikritik.

Sementara, yang sudah berjalan baik perlu terus ditingkatkan. Sebab, kritik adalah pupuk bagi kemajuan sistem apa pun, termasuk sistem politik. Jika kritik dihambat, maka hilanglah kesempatan bagi sebuah sistem untuk memperbaiki diri.

Hal itu dikemukakan Budayawan Ahmad Mustofa Bisri dalam Kompas.id (28/01/2024). Gus Mus–panggilan akrab Ahmad Mustofa Bisri mengingatkan, kita tidak boleh terjerembap dalam ‘detail pohon’—lalu lupa pada keluasan hutan. Kita tidak boleh lupa pada gambar besarnya—bahwa kita hidup di negeri yang relatif demokratis. Berkat demokrasi inilah kita dianugerahi nikmat yang luar biasa, yaitu pemilu yang dilangsungkan secara rutin setiap lima tahun.

Dengan segala kekurangannya, menurut Gus Mus, pemilu yang berjalan saat ini jauh lebih baik dari segi kualitas dibandingkan dengan pemilu-pemilu lampau di zaman Orde Baru.

Gus Mus menilai, fungsi pemilu pada saat era Orde Baru—hanya sebatas ”stempel politik” saja bagi kekuasaan. Tak lebih, tak kurang. Harapannya,  jangan sampai pemilu kita hari ini terjatuh pada kesalahan serupa. Jangan sampai pemilu dimerosotkan kembali sebagai stempel saja.

Gus Mus mengilustrasikan, pemilu sebagai Wasilah/sarana, sedangkan Indonesia yang Bhineka, dan yang melindungi segenap tumpah darah adalah Ghayah/ tujuannya.

Lalu, bagaimana mendorong masyarakat untuk melihat Pemilu dalam  “Helicopter View”; jangan sampai kita terjerembab pada detail pohon sehingga tidak bisa melihat keluasan hutan? Bagaimana menjaga sikap moderat dalam berpolitik—agar tak melupakan—bahwa Pemilu hanyalah sarana untuk menuju tujuan besar: yaitu negara Indonesia yang bineka, melindungi semua, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Prof. H.M. Mukhsin Jamil (Wakil Rektor UIN Walisongo Semarang), Dr. Saifur Rohman (Ahli filsafat dan Budayawan Universitas Negeri Jakarta), dan Prof Masdar Hilmy (Guru Besar dan Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: