Membaca Debat Kelima Pilpres: Apakah Substansi Perdebatan Sudah Sesuai dengan Persoalan Bangsa?

Debat Capres Kelima
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – KPU RI, Minggu (04/02) lalu, menggelar debat kelima atau debat pamungkas Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta Pusat. Sebagai materi adu gagasan dan ide, KPU menyuguhkan tiga tema besar debat terakhir capres yakni: kesejahteraan sosial, pembangunan SDM, dan inklusi. Subtemanya meliputi: pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, kebudayaan, teknologi informasi, kesejahteraan sosial, dan inklusi.

Pada debat terakhir tersebut, pada kesempatan pertama, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto mengusung rencana besar yang diberi nama “strategi transformasi bangsa.” Inti dari strategi ini yakni meningkatkan kemakmuran bangsa Indonesia dan terutama memperbaik kualitas hidup bangsa Indonesia. Salah satu proyek strategis yang akan diwujudkan adalah memberi makan bergizi untuk seluruh anak-anak Indonesia, termasuk yang masih di dalam kandungan ibunya dan selama sekolah dari usia dini hingga selesai.

Sementara, capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyampaikan visi misi. Di antaranya dalam politik kesehatan jika terpilih, ia akan membuat 1 desa dengan 1 faskes dan 1 nakes. Selain itu, bagi ibu, anak, lansia, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat akan mendapatkan peran yang sama di dalam layanan kesehatan.

Pada kesempatan ketiga, capres nomor urut 1 Anies Baswedan menyampaikan visi misi dengan dibuka memakai bahasa isyarat disabilitas yang maksudnya, ‘waktunya perubahan’. Jika terpilih, Anies berjanji akan memastikan masyarakat hidup sehat dan bila sakit, akan ada pertolongan cepat. Ia pun akan memastikan masyarakat tumbuh cerdas dengan biaya terjangkau, keluarga sejahtera—karena upahnya layak, dan bila membutuhkan diberikan bansos, sesuai kebutuhannya, yakni melalui bansos plus—bukan memberikan bansos untuk kepentingan yang memberi tapi untuk kepentingan yang diberi.

Lalu, membaca debat kelima Pilpres tadi malam; apakah substansi perdebatan sudah sesuai dengan persoalan bangsa? Antara “intensi dan artikulasi” dalam debat: bagaimana performance dan penguasaan materi masing-masing capres?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Cecep Darmawan (Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung/ pengamat kebijakan pendidikan), Dr Saifur Rohman (Ahli filsafat dan Budayawan Universitas Negeri Jakarta), dan Prof. Tadjuddin Noer Effendi (Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: