grafis/kompas

Semarang, Idola 92.6 FM-Presiden RI Prabowo Subianto mengklaim anggaran pendidikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 adalah yang terbesar sepanjang sejarah, yakni mencapai Rp757,8 triliun atau 20 persen dari APBN.

Angka itu disebut sebagai bukti komitmen pemerintah terhadap pendidikan. Angka 20 persen ini memang amanat Pasal 31 Ayat 4 UUD 1945, yang biasa disebut mandatory spending. Namun, benarkah anggaran pendidikan kita benar-benar sebesar itu?

Menurut Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), dalam opini di Kompas (26/08), angka 20 persen anggaran Pendidikan dari APBN itu hanya dokumen di atas kertas, yang belum berpihak pada kebutuhan mendasar sektor pendidikan.

Mengapa dugaan ini muncul? Menurut Ubaid, berdasarkan catatan JPPI tahun 2022, realisasi anggaran untuk pendidikan tercatat sebesar 15,46 persen. Angka ini naik menjadi 16,4 persen pada tahun 2023. Sementara, tahun 2024, realisasi anggaran pendidikan mencapai 17 persen dari APBN.

Lalu, menelisik anggaran pendidikan 20 persen dari APBN: bagaimana sebenarnya di antara harapan dan realita? Kenapa belum sepenuhnya efektif? Bagaimana mestinya distribusi anggaran pendidikan 20 persen? Pembenahan apa saja ke depan yang mesti dilakukan agar alokasi anggaran pendidikan 20 persen APBN benar-benar efektif?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Ubaid Matraji (Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI)) dan Prof Cecep Darmawan (Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung/ pengamat kebijakan pendidikan). (her/yes/dav)

Simak podcast diskusinya: