Buruh Anggap Skala Upah Lemahkan Pekerja di Tingkat Bipatrit

Semarang, 92.6 FM-Penetapan struktur skala upah yang diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, ditolak para buruh di Jawa Tengah. Sebab, para buruh sendiri pada dasarnya menolak pemberlakuan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Karena, peraturan itu justru merugikan pada buruh dan tidak melindungi buruh dengan pemberian upah layak.

Ketua DPW Kesatuan Serikat Pekerja Nasional Jawa Tengah Nanang Setiyono mengatakan, sebenarnya penerapan struktur skala upah itu cukup bagus. Hanya saja, karena hal itu berdasarkan perintah dari PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, maka pihaknya menolak.

Peraturan pemerintah itu mengatur upah buruh berdasarkan laju inflasi setiap tahunnya, sehingga belum memberikan perlindungan kepada buruh dari segi kesejahteraan. Belum lagi, pemerintah juga mengeluarkan Permenaker Nomor 16 Tahun 2017 yang merupakan turunan dari PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Padahal, di lapangan aturan itu tidak bisa diterapkan.

Artinya, jelas Nanang, dengan pemberlakuan struktur skala upah, mengisyarakatkan jika negara tidak mau turut campur dalam penentuan besaran upah bagi para pekerja dan menyerahkan kepada pengusaha dan buruh menentukan sendiri. Sementara, jika di perusahaan tidak ada serikat pekerja, maka posisi buruh semakin lemah dalam hal penyusunan skala upah.

“Saya menilai negara tidak hadir kalau skala upah itu diterapkan. Negara cenderung lepas tangan, dan menyerahkan besaran upah kepada pengusaha dan buruhnya sendiri,” kata Nanang.

Sementara itu, berkaitan dengan peringatan Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2017 besok, para pekerja akan mengangkat tema “Buruh Bersatu Tegakkan Hukum di Indonesia” dan menggelar aksi di sejumlah kota di Jawa Tengah. Untuk di Kota Semarang dipusatkan di Lapangan Tri Lomba Juang, dengan mengerahkan kurang lebih 10 ribu buruh. (Bud)