Mengawal Dana Desa Agar Tepat Sasaran Dan Tak Terjadi Penyelewengan

Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Dana desa dan alokasi dana desa yang mulai dikucurkan tahun 2015 ditengarai menjadi sumber korupsi baru di daerah. Kombinasi antara kurangnya kapasitas penyelenggara pemerintahan desa dan minimnya pengawasan ditengarai menjadi penyebab kondisi ini. Padahal, besaran dana desa dan alokasi dana desa yang disalurkan dengan memakai Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa ini terus bertambah. Pada tahun itu, dana desa mencapai Rp60 triliun, sementara alokasi dana desa yang berasal dari pemerintah kabupaten-kota besarnya 10 persen dari dana perimbangan di APBN daerah itu. Dana Desa merupakan dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Terkait penyelewengan dana desa, baru-baru ini, terungkap oleh KPK di Kabupaten Pamekasan Jawa Timur. KPK melalui Operasi Tangkap Tangan, menangkap tangan lalu menetapkan 5 pejabat penting di Kabupaten Pamekasan sebagai tersangka. Mereka antara lain Bupati Pamekasan Achmad Syafii Yasin, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan Rudy Indra, dan Kepala Desa Dasok Pemekasan Agus Mulyadi. Dari kasus ini, KPK mengamankan uang senilai Rp250 juta rupiah yang diduga merupakan uang pemerasan yang dilakukan Kajari sebagai akibat dari penyelewengan dana desa sebesar Rp100 juta oleh Bupati Pamekasan.

Lantas, bagaimana mengawal dana desa agar tepat sasaran dan tak terjadi penyelewengan? Sudah memadaikah mekanisme pengawasan yang dilakukan pemerintah? Bagaimana pula mewujudkan pemerintah desa yang akuntabel dan transparan terkait penggunaan dana desa?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Apung Widadi (Deputi Sekjen FITRA (Forum Indonesia Utk Transparansi Anggaran)) dan Prof Almasdi Syahza (peneliti dan pengamat ekonomi pedesaan, LPPM Universitas Riau). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: